62 | Yang Sebenarnya

849 55 0
                                    

"Ma, ceritain apa yang sebenernya terjadi dulu, sebelum Acha lahir."

Maya menghembuskan nafas berat. Sebenarnya cukup sulit untuk Maya menceritakan kejadian tujuh belas tahun yang lalu--setahun sebelum Acha lahir.

"Jadi, tujuh belas tahun yang lalu..."

Flash Back

Tujuh belas tahun yang lalu, tepat di akhir bulan juni tanggal dua puluh tiga, Maya melahirkan di rumah sakit "Alfa Remaga" di salah satu sudut kota jakarta. Tidak begitu jauh dari tempat tinggalnya.

Seorang anak laki-laki tampan, sehat, dan sempurna, berhasil lahir ke dunia dengan selamat. Maya sangat senang karena akhirnya buah hati pertamanya telah lahir. Penantiannya selama sembilan bulan, tidak sia-sia.

Tiga hari Maya di Rumah sakit, akhirnya pada hari keempat Maya diperbolehkan pulang. Ia membawa bayinya dengan perasaan senang yang sangat tidak terkira.

Tepat pada hari kelima kelahiran bayi tersebut, Maya tertegun kaget saat tidak mendapati anaknya. Maya ingat, semalam anaknya itu tidur di sebelahnya. Tapi mengapa pagi ini sudah tidak ada?

"Mas! Mas Bram!" Maya berteriak keras memanggil suaminya.

Bram berlari datang memasuki kamar sang istri, "Ada apa, sayang?" tanya Bram ikut panik.

"Anak kita Mas, anak kita! Anak kita nggak ada!" Maya berteriak keras. Air mata bercucuran membasahi kedua pipinya.

Bram membekap erat tubuh istrinya itu. Memeluk perempuan yang dicintainya dengan sangat erat.

"Mas." seketika, pandangan Maya mendarat pada wajah suaminya yang terlihat pucat. "Bilang sama aku, dimana anak kita?"

Bram kaget. Menoleh cepat ke arah Maya. Terlihat jelas kalau Bram gelagapan memikirkan jawaban yang akan ia lontarkan kepada sang istri.

"A- aku nggak tau May, kemana anak itu." Bram menjawab terbata-bata.

"Bilang sama aku kemana kamu bawa anak aku, Mas?!" kali ini Maya melepaskan tubuhnya dari pelukan Bram. Memukul kuat dada bidang laki-laki di hadapannya.

"Aku bener-bener nggak tau kemana anak itu, May. Aku nggak tau dia dimana. Aku nggak bawa dia kemana-mana." Bram membela diri.

"Nggak! Kamu bohong Mas! Aku tau, kamu yang udau ambil anak aku!" Maya menyanggah cepat. "Dari awal anak aku lahir, kamu nggak pernah nyentuh dia sekali pun karena kamu benci anak laki-laki. Dari sini aku semakin yakin kalau kamu yang udah ambil anak aku."

Bram hanya diam membeku. Tidak memberikan jawaban apapun.

"Dimana anak aku, Mas? Dimana?!"

"Berhenti menuduhku, May! Aku nggak tau apa-apa tentang hilangnya anak kamu." Bram masih mencoba membela diri. "Udah, kamu sekarang istirahat. Aku akan cari anak kamu sampai ketemu. Aku janji akan bawa dia kembali."

Perlahan tangis Maya mulai mereda. Ia ingin mencari anaknya sendiri, namun ia belum bisa berjalan karena masih dalam masa nifas. Maya hanya bisa menangis sejadi-jadinya.

"Cari anak aku sampai ketemu, Mas..."

***

Seminggu sudah berlalu, namun tidak ada tanda-tanda Bram menemukan anaknya. Berulang kali Maya bertanya setiap Bram pulang dari kantornya. Dan Bram selalu menjawab kalau polisi belum menemukan jejak ataupun titik terang tentang hilangnya anak Maya.

"Nyonya..."

Maya melemparkan pandangannya ke arah pintu kamar. Seorang wanita tua tengah berjalan mendekatinya. Maya mencoba tersenyum ke arah wanita tersebut. Bi Ijum, namanya. Asisten rumah tangga di rumah Maya.

FRIENDSHIT [TAMAT]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang