69 | Bertemu

773 64 0
                                    

Minggu siang...

Acha uring-uringan di atas ranjang sembari memainkan ponselnya. Sedari tadi pagi hingga sekarang, jam menunjukkan pukul dua belas siang, Acha tidak keluar kamar, selain untuk sarapan pagi tadi. Sisanya ia habiskan di kamarnya.

Sesekali gadis itu terkekeh saat membaca bagian cerita yang lucu. Ternyata di balik sikap Acha yang pemalas, gadis itu mempunyai hobi membaca. Meskipun yang dibacanya hanyalah seputar novel, setidaknya ada yang bisa diandalkan. Tidak seburuk orang-orang menilainya.

"Huah..." Acha menguap lebar. "Sialan banget, si Author. Gue lagi enak-enak baca, malah pake acara bilang 'maaf, part dihapus demi kepentingan penulis'." Acha mendecak kesal. "Hobi banget ngebuat orang penasaran."

"Nggak usah ngegas, Cha..." Daren yang duduk di ranjang tepat di sebelah Acha, menegur gadis itu.

Acha melemparkan pandangannya ke arah Daren. Pria tampan itu terlihat tengah sibuk berhadapan dengan laptop yang terletak di atas pangkuannya. Daren tengah berkutat dengan imajinasinya lalu disalurkan ke dalam bentuk tulisan.

Acha mengambil posisi duduk. Meraih gelas berisi susu vanila yang terletak di atas nakas, lalu meneguk sebagian isinya.

"Cha, otak gue buntu." Daren mendengus sembari menutup laptopnya. "Gue bingung mikirin konflik di cerita gue sendiri."

"Hm..." Acha tampak berfikir.

"Lo punya saran?" tanya Daren.

Acha diam sejenak dengan matanya yang melirik ke atas. Acha tengah mencoba berfikir.

"Gimana?" tanya Daren.

Acha mendengus, "Setelah gue pikir-pikir, kayaknya gue males mikir, Ren."

Jawaban Acha membuat Daren mendecak kesal. Bukannya membantu, justru membuatnya emosi.

Daren menempatkan kepalanya pada paha Acha. Menjadikan paha mulus Acha sebagai pengganti bantal. Dan faktanya paha Acha lebih nyaman dari pada bantal yang empuk.

"Gue tau." tiba-tiba Acha membuka suara.

Daren menoleh ke atas. Tepatnya ke arah wajah Acha, "Apaan?" tanya Daren sembari mengangkat dagunya.

"Menurut gue, lo butuh suasana baru, Ren..." Acha mendesis pelan.

"Suasana baru? Maksud lo?" Daren mengerutkan keningnya tidak mengerti.

Acha mendengus, tangannya mulai bergerak mengelus-elus rambut Daren.

"Ya... suasana baru." Acha menjawab cepat. "Lo coba nulis di tempat terbuka. Selama ini kan, lo nulis di ruangan tertutup kayak kamar, ruang tv, itu nggak bakal ngebuat otak lo encer. Nah... kalo lo nulis di tempat terbuka, siapa tau imajinasi lo bisa lebih meluas, dan lo juga nggak bakal ngerasa sumpek ngeliat pemandangan yang itu-itu aja."

Daren manggut-manggut pertanda mengerti. Tidak menyangka jika Acha bisa memberika ide cemerlang seperti itu.

"Good idea!" Daren menjentikkan jaringan penuh semangat. "Lo pinter juga ternyata." Daren mencubit pelan hidung Acha.

"Gue emang pinter kali, Ren..." Acha berujar bangga.

"Yaudah, berarti gue harus nyoba nulis di tempat terbuka. Hm... gimana kalo di taman?"

Acha mengangguk setuju, "Bisa."

"Yaudah kalo gitu kapan kita bisa ke sana?" tanya Daren.

"Sore nanti." Acha menjawab cepat.

"Oke, siap tuan putri!"

Acha tersenyum lalu mengelus lembut pipi Daren.

"Cha, gue sayang lo."

FRIENDSHIT [TAMAT]√Where stories live. Discover now