36 | Rasa Sayang

1K 70 14
                                    

Acha terlihat risih dengan situasi seperti sekarang ini. Acha sangat tidak suka suasana mencekam penuh keheningan seperti saat ini. Selama perjalanan pulang dari sekolah, tidak sekalipun Daren mengeluarkan suara. Daren hanya diam dan fokus menyetir.

Acha risih dengan suasana seperti ini. Tidak biasanya Daren membiarkan keadaan terasa sepi tanpa sebuah candaan yang dilaluinya dengan Acha.

Acha menatap wajah Daren yang menyamping. Daren benar-benar sangat tampan, bahkan belum pernah sekalipun Acha menemukan laki-laki yang lebih tampan dari Daren selama hidupnya. Menurut Acha, Daren itu laki-laki yang mendekati kata sempurna.

"Ren..." Acha mendesis pelan. Mencoba memecah keheningan atmosfer di dalam mobil.

"Kenapa, Cha?" Daren bertanya tanpa menoleh ke arah Acha.

"Lo kenapa diem aja?" Acha memasang wajah melas. "Gue nggak suka kalo lo diem kayak gini. Gue berasa kayak lagi duduk di sebelah tembok." Acha mengerutkan wajahnya.

Daren menoleh ke arah Acha. Merasa gemas, Daren mengelus pelan puncak kepala gadis itu sembari mengulum senyum manis.

"Gue nggak pa-pa."

"Lo bohong." Acha buru-buru menyanggah. Rasanya tidak mungkin Daren sedang tidak kenapa-napa. "Kalo lo nggak kenapa-kenapa, trus kenapa lo diem?"

Daren tersenyum, mencubit pipi Acha gemas.

"Cha." Daren memanggil lirih.

Acha menoleh, "Kenapa?"

"Lo tau nggak, apa yang besar banget dan nggak bisa dihitung?" tanya Daren sembari sesekali menoleh ke depan. Karena posisinya saat ini Daren sedang menyetir.

"Bulan dan bintang?" Acha menaikkan alisnya sebelah. Berharap Daren membenarkan jawabannya.

"Salah."

Acha mengerutkan keningnya heran, "Trus apa?" tanya Acha penasaran.

"Rasa sayang gue ke lo."

Acha melemparkan pandangannya ke arah Daren. Balas menatap saat pria jangkung itu menatapnya, nyaris bertumbukan.

"Maksudnya?" Acha bertanya lugu.

"Iya." Daren mengangguk lalu kembali melemparkan pandangannya ke depan. "Rasa sayang gue ke lo itu besar banget, dan nggak bisa dihitung. Kalo gue bisa terbang, lo adalah orang pertama yang bakal gue bawa untuk ngeliat indahnya angkasa yang membentang luas di sana."

Acha menatap wajah Daren terharu. Benar, apa yang diucapkan Daren? Atau hanya sebatas gombalan semata?

"Gue serius." Daren menjawab seakan-akan dia dapat membaca isi fikiran Acha. "Karena gue sayang sama lo, makanya gue berniat ngelindungin lo dari segala sesuatu yang ngebuat lo terluka. Tapi tadi..." Daren menjeda. Mengingat kembali saat tadi ia gagal menyelamatkan Acha di sekolah dan membiarkan gadis itu kembali ke parkiran sendirian. Meskipun terdengar sepele, tapi itu hal luar biasa bahaya jika untuk seorang Acha. "... Gue kembali gagal ngelindungin lo." Daren terkekeh. "Nggak ada gunanya emang gue."

"Ren..." Acha mendesis pelan namun penuh penekanan. "Lo nggak pernah gagal ngelindungin gue. Lo nggak pernah lengah jagain gue. Justru selama ini gue ngerasa benar-benar aman ada di dekat lo. Selalu sama lo yang ngebuat gue ngerasa terlindungi."

"Makasih, Cha." Daren mengelus pelan puncak kepala Acha.

"Gue juga sayang sama lo, Daren." Acha mendesis pelan. "Bener-bener sayang. Dan sampe kapan pun, nggak akan pernah gue berhenti sayang sama lo. Bahkan, sedetik pun waktu gue nggak akan pernah gue pake untuk mikir buat ninggalin lo, nggak akan pernah. Gue janji, gue janji selamanya gue bakal sayang sama lo, Daren."

FRIENDSHIT [TAMAT]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang