48

3.7K 411 26
                                    

*

*

Suasana terasa begitu hening. Di luar langitpun telah berubah menjadi sangat gelap. Hanya ada gemerlapan bulan dan bintang yang menerangi.

Sana dan Dahyun terlihat diam dalam posisi yang sama seperti tadi. Diam tanpa berbicara. Hanya saling melempar tatapan untuk satu sama lain.

Elusan lembut di pipi juga terus Sana berikan. Memberikan kenyamanan untuk gadisnya itu dan juga menenangkan dirinya sendiri karena dari semula Ia masih tak percaya jika Dahyun telah membuka matanya dan tengah memeluk erat tubuhnya seperti ini.

"Kenapa menatapku begitu?" Dahyun memecah keheningan. Tatapan Sana terasa berbeda untuknya beberapa saat.

"Aku hanya merasa senang Dahyun" Sana menjawab. "Aku tak percaya kau berada disampingku seperti ini lagi. Berbicara padaku dengan suara manismu. Aku sangat merindukanmu" lanjutnya.

Dahyun tersenyum. Ia memegang tangan Sana yang terus mengelus pipinya. Mengambil tangan mulus itu dan menciumnya lembut.

"Aku juga merindukanmu" Ucap Dahyun berlahan. Dan itu membuat Sana juga ikutan tersenyum.

Sana menghapus jarak yang tercipta. Pelukan erat Ia berikan untuk Dahyun. Ciuman bertubi-tubi juga Ia berikan dipuncak kepala. Menyalurkan rasa kerinduannya pada gadis yang hampir seminggu kemarin terus memejamkan mata.

"Dahyun?" Sana menegur setelah beberapa menit.

"hm?"

"Kemarin, bagaimana kalian bisa tau aku ada di tempat itu? Dan kenapa kau juga ikut kesana? Bagaimana kalau terjadi apa-apa denganmu lagi? Kau baru saja siu-"

"Sana~" Dahyun merenggangkan pelukan. "Kau seperti wartawan sekarang. Pertanyaanmu terlalu banyak"

"Aku khawat-"

"Iya. Aku paham" Dahyun memotong ucapan. "Dan soal Kemarin, ketika aku membuka mataku, aku tak sengaja mendengar pembicaraan orang tuamu dan orang tuaku didepan ruanganku jika mereka tak bisa menghubungimu selama 2 hari. Hal itu membuatku sangat panik" Dahyun berlahan menjelaskan. Dan Sana mendengarnya dengan seksama.

"Aku tak bisa berpikir jernih kala itu. Aku sangat khawatir padamu. Dan..."

"Dan?" Sana berucap kemudian kala Dahyun berbicara menggantung.

"Dan..um.." Dahyun nampak ragu untuk menjawab. "Woojin oppa memberitahu kami jika kau berada di gedung tempat Taehyung menyekapku kala itu" lanjutnya cepat.

"Kenapa sudah sampai disitu?" Sana menginterupsi. "Kau melewatkan bagian pertengahannya. Apa yang sebenarnya terjadi?" desak Sana.

"Ah~ itu tak penting" Jawab Dahyun. "Setelah Woojin oppa memberitahu keberadaanmu dan apa yang kau lakukan. Kami segera menuju ke tempat itu untuk menahanmu agar tak melakukan sesuatu yang berbahaya"

Sana mendesis kecil. Ia terbangun terduduk disamping Dahyun yang masih berbaring. Ia bersedekap dada menatap gadis berkulit putih itu.

"Kalau kau tak mau cerita. Biar aku yang menebaknya"

"Ku-kurasa itu tidak perlu Sana"

"Tidak. Ini sangat penting untukku. Aku harus meluruskan pemikiranku dengan tindakan apa yang kau lakukan saat itu" Sana tak mau mendengar Dahyun. "Aku harap kau tak melakukan sesuatu yang kini berada dalam pikiranku"

"Te-tentu tidak"

Tatapan lekat dan sedikit mengintimidasi Sana berikan. "Jujur padaku Kim Dahyun. Apa kau melepas semua alat bantu yang terpasang di tubuhmu kala itu?"

"Eoh? Apa yang kau bicarakan? Te-tentu saja tidak"

"Kim Dahyun?!" Sana semakin lekat menatap gadisnya itu. Hingga akhirnya Dahyun tak tahan lagi. "Baiklah-Baiklah. Kau menang. Aku memang melakukannya"

"KAU GILA?" Sana sangat terkejut. "Kau baru saja sadar? Kenapa lakukan hal berbahaya?"

"Itu karena aku mengkhawatirkanmu!" Dahyun menjawab cepat. "Kau juga melakukan hal yang sama tadi padaku. Infus ini buktinya" lanjut Dahyun sembari memainkan selang infus yang semula hanya bergelantung disampingnya itu.

Sana menghela napasnya. "Situasi kita berbeda. Kau baru saja sadar setelah menjalani operasi"

Dahyun juga ikutan bangun terduduk. "Iya. Aku salah" Dahyun memilih mengalah. "Tapi setelah kau pingsan dan dibawa kerumah sakit untuk diperiksa. Dokter yang bertanggung jawab atasku juga langsung memeriksa kembali keadaanku. Dan tak ada yang salah dengan bagian tubuhku yang lain"

"Kau tak berbohong padaku kan?" Sana menyentuh dagu gadisnya itu.

"Tidak Sana. Aku sekarang hanya akan fokus pada luka-lukaku yang sebentar lagi akan membaik ini"

Helaan napas Sana keluarkan lagi. Lalu membawa Dahyun untuk dipeluknya. "Aku senang kau membaik"

"hm" Dahyun mengangguk seraya membalas pelukan.

Cukup lama mereka seperti itu hingga terbukanya pintu ruangan itu mengambil atensi kedua gadis yang saling melepas rindu itu.

"eoh? Apa kita datang di waktu yang salah?" suara wanita paruh baya yang sangat dikenali Sana dan Dahyun itu memecah keterkejutan sesaat mereka.

"Ibu? Ayah?" Sana dan Dahyun berucap bersamaan kala melihat orang tua mereka masing-masing itu berada di ambang pintu masuk. Mendekti mereka dengan tampang menggoda.

"Bagaimana keadaan kalian sayang?" Nayeon bertanya. Cukup sudah menggoda kedua gadis itu.

"Aku baik-baik saja Ibu" Dahyun menjawab.

"Aku juga baik-baik saj-"

"Kenapa infusmu terlepas?" Irene memotong ucapan anak gadisnya itu kala menyadari hal yang janggal.

"Ah. Tidak apa-apa Ibu. Aku han–"

"Sayang?! Kenapa kau hanya diam saja? Cepat panggil dokter" Irene malah memarahi suaminya. Mengacuhkan penjelasan Sana karena panik.

"Ini kenapa juga kursi roda Dahyun seperti ini?" Mode Cerewet Irene dimulai.

"Sayang, kau tadi jatuh?" Nayeon bertanya pada anak gadisnya itu.

Dahyun mengangguk kecil. "Aku tadi tidak hati-hati Ibu. Maafkan aku"

"Sudah. Tak perlu minta maaf sayang" Nayeon tersenyum menenangkan anaknya itu.

"Jeongyeon!" Irene segera menatap suami sahabatnya itu.

"E-eoh?" Jeongyeon menjawab kaget.

"Kenapa kau masih diam disini? Cepat panggil dokter yang mengoperasi Dahyun. Suruh dia datang untuk melihat keadaan calon menantuku ini"

"Kau lihat sifat Ibuku yang sebenarnya?" Sana berbisik pada Dahyun. "Apa beliau nampak seperti Bangsawan untukmu?" lanjutnya.

Dahyun terkekeh kecil. "Bangsawan hanyalah sebuah status semata Sana. Beda dengan status ke-Ibuan yang tak memandang dari kalangan mana Ia berada. Rasa sayang dan rasa khawatir mereka terhadap kita adalah hal yang jujur. Dan aku senang melihat Ibumu begitu mengkhawatirkanmu seperti ini."

"Dan mengkhawatikanmu juga. Calon menantunya" Sambung Sana membuat mereka terkekeh kecil.

"Kalian membicarakan sesuatu yang menarik, hm?" Nayeon bertanya kala mendengar kekehan Sana dan Dahyun.

Dahyun terkekeh lagi. "Ini rahasia kami berdua Ibu"

_Tbc_

Punya saran untuk ending cerita ini nggak?

Blue Eyes ✔Where stories live. Discover now