10. SMK Satu

507 54 2
                                    

Hai aku kembali membawa RavinIvy>.<

Happy Reading (^^)

***

Ravin menyiapkan segala keperluannya untuk sekolah di hari pertama. Ia sudah menyelesaikan seluruh tugas rumah dengan sangat maksimal, ia juga sudah membantu ibunya tadi pagi.

Saat ini pemuda dengan nama lengkap Ravindra Atmawidjaya Pratama sedang melajukan motornya membelah jalanan ibu kota. Ia akan menuju sekolahnya. Ia akan menimba ilmu lagi di sekolah yang sama sekali tidak ia dambakan sejak dulu, ya tapi apa boleh buat? Ini semua harus dinikmati, harus disyukuri.

Ravin memarkirkan motornya di parkiran SMK Satu, setelah itu pria dengan jaket hitam yang selalu menjadi identitasnya berjalan menuju kelas X Akuntansi 1, ia akan memasuki kelasnya. Ia akan bertemu dengan sahabatnya lagi.

"Woy, Bro!" panggil seseorang dari belakang, Ravin tahu itu siapa, dari suaranya yang nampak menantang, dari caranya memanggil Ravin, Ravin tahu itu.

"Lo kenapa, Sa? Tumben banget lo berangkat pagi gini." Ravin bertanya seperti itu karena heran dengan kelakuan sahabatnya. Tumben sekali sahabatnya ini sudah berada di sekolah, padahal biasanya ia masih meringkuk memeluk tubuhnya di bawah selimut.

"Abis nganter Kayla gue, kan sekarang hari pertama anak SMA Galaksi masuk sekolah juga, jadinya ya gue anter jemput doi," ujar Aksa menjelaskan segalanya.

Ya, pria itu adalah Aksa. Aksa Rian Putra, sahabat paling awet yang Ravin punya. Sahabat paling pengertian semenjak Ravin berada di bangku sekolah menengah pertama.

Semenjak tragedi reuni, Aksa dan Kayla memang menjalin hubungan yang spesial, hubungan pacaran, maka tak heran jika Kayla diperlakukan begitu manisnya oleh Aksa, apalagi sampai diantar jemput seperti ini.

"Gue gak mau tau pokoknya lo harus traktir gue di kantin hari ini, gak ada angin gak ada hujan sama sekali lo langsung gercep sama Kayla, mana gak bilang-bilang sama gue lagi. Gue tau ini pas ketemu sama Kayla di gramedia, di sana dia bilang mau pulang karena mau jalan sama lo. Gak ada akhlak emang lo sampai gak cerita ke gue," cibir Ravin yang merasa terhina karena Aksa sama sekali tak memberitahukan itu semua kepadanya, bahkan tidak memberikan Ravin pajak jadian juga.

"Santuy aja kali, ntar gue bayarin makan di kantin," ujar Aksa dengan santainya. Aksa memang tak suka memamerkan segala yang ia punya kepada siapapun, apalagi memamerkan pacar, pamali.

Banyak orang yang bilang kalau pamer pacar itu bisa didoakan yang buruk-buruk dengan orang lain, didoakan cepat putus misalnya, atau apapun itu.

***

Saat ini seantero SMK Satu sedang berkumpul di kantin, mereka sudah menyelesaikan tugas mereka, mengumpulkan raport dan mendengarkan pencerahan wali kelas, tak lupa mereka juga sudah melaksanakan voting ulang untuk organisasi di kelas semester ke depan.

Ravin dan Aksa memakan makanan mereka masing-masing. Mereka terlalu kalut dalam benak mereka sampai keheningan benar-benar terjadi. Tak ada yang bicara, tak ada yang melakukan apapun, hanya mengunyah saja.

"Lo suka sama Ivy, Vin?" tanya Aksa yang langsung to the point. Aksa memang tak suka basa-basi. Alasan mengapa Aksa bertanya seperti itu hanya satu, hanya karena Kayla yang memaksanya.

"Lo udah tau jawabannya, gue udah lama kagum sama Ivy, jauh sebelum masuk SMK, jauh sebelum lulus SMP," sahut Ravin yang memang tak menyangkal apapun, ia jujur.

Ravin memang menyukai Ivy sejak lama, Ravin memang mengagumi Ivy jauh sebelum lulus dari SMP. Menurut Ravin, Ivy itu terlalu sempurna. Ivy itu benar-benar sempurna. Gadis itu bisa menyesuaikan segalanya dengan baik, bisa menjadi si cerdas, si cantik, si manis, si perfect sekalipun.

"Kenapa gak ditembak aja?" tanya Aksa yang memang penasaran dengan jalan pikiran Ravin. Bagi Aksa, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukankah Ravin adalah rakyat Indonesia yang berhak mendapatkan keadilan? Apalagi keadilan perihal hati. Ravin harus mendapatkan itu.

Ravin terkekeh pelan mendengar pertanyaan konyol yang Aksa lontarkan. Ia menembak Ivy? Mana mungkin! Itu semua tidak akan pernah terjadi! Seorang kentang seperti Ravin mana mungkin bisa mendapatkan sosok glow up seperti Ivy? Ravin hanyalah remahan rengginang, Tuhan!

"Lo ngelawak, Sa? Ya lagian mana mungkin Ivy mau sama gue coba. Apa yang bisa gue banggain dari diri gue sendiri? Keluarga Ivy itu keluarga terpandang, keluarga Ivy itu keluarga dokter, seluruh anggota keluarganya harus menjadi dokter, gue cuma anak akuntansi yang gak mungkin diterima di keluarga Ivy, Sa. Gue cuma butiran debu, gue cuma remahan rengginang," sahut Ravin yang menjawab dengan akalnya.

Mana mungkin keluarga Ivy mau menerima Ravin? Itu semua tidak mungkin! Ravin yakin seratus persen, valid no debat jika ia akan ditolak mentah-mentah.

"Kenapa lo pikirin itu? Kenapa cuma itu yang ada di pikiran lo? Ya siapa tau yakan, Ivy beneran takdir lo, semua keluarga Ivy menerima lo apa adanya, gak ada salahnya juga berjuang." Aksa mulai meyakinkan Ravin untuk segera memberikan kepastian pada Ivy, Aksa yakin seratus persen jika Ivy pun menyukai sosok pria yang sedang bertukar obrolan dengannya.

Dari bagaimana Ivy menatapnya, Ivy terkekeh kecil saat Ravin menggodanya, bahkan hal sekecil apapun Aksa dapat merasakannya.

"Berjuang emang gak ada salahnya, tapi halu di siang bolong kek gini gak baik buat kesehatan mental, nanti terlalu berharap dan malah ujungnya sakit hati. Toh gue juga gak mau pacaran, gue mau kejar kuliah gue dulu, Sa. Lo tau kan gimana kerasnya perjuangan gue untuk mendapatkan yang terbaik? Gue mau orang tua gue bangga, lagian jodoh udah ada yang atur."

Ravin pasrah, pria itu memang menjadikan air sebagai pedoman hidupnya, air yang bermanfaat tapi terus pasrah bagaimanapun takdirnya, air tidak pernah menolak ia dituang di gelas manapun, air selalu berjalan mengalir tanpa memedulikan keadaan sekitar.

"Lo jangan terlalu pasrah, Vin. Gak baik juga untuk keadilan hati lo. Seenggaknya berjuang dulu kek, atau apa gitu, lakukan hal yang membuat Ivy terkesan supaya doi tau lo ada rasa sama dia," saran Aksa yang langsung dicermati oleh Ravin.

Benar juga, tapi bukannya Ivy sudah tahu tentang semua perasaannya? Oh ayolah, jangankan Ivy, seluruh angkatan SMP Bintang saja mengetahui jika Ravin menyukai Sylvia Ivy Vianly. Jadi tidak mungkin sekali Ivy tutup telinga dan tak membuka mata dengan keadaan sekelilingnya.

"Dia pastinya udah tau, Sa. Lagian seluruh angkatan SMP Bintang juga tau kan kalau gue suka sama doi? Ya gak mungkin dia tutup telinga sama mata dengan sekitar," kata Ravin yang dibalas anggukan setuju oleh Aksa.

Benar juga, Ivy bukanlah gadis bodoh yang polos dan tak tahu apa-apa. Ivy pasti sudah mengetahui segalanya, tidak mungkin sekali jika ia tidak paham.

***

Hai, Guys! Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam buat kalian semua yang baca cerita ini! Semoga selalu enjoy, ya!

Xoxo,

Luthfi Septihana🌹

MIPA VS AKUNTANSIKde žijí příběhy. Začni objevovat