35. Pengorbanan Ravin

292 32 2
                                    

Ravin berusaha terus-menerus menghubungi ponsel Ivy, namun ia sama sekali tak mendapatkan jawaban apapun. Sudah bertanya ke Kayla, katanya ponsel Ivy masih disita. Lalu Ravin harus bagaimana? Ke mana ia harus mencari kabar tentang Ivy? Dirinya saja sudah tidak memiliki jangkauan apapun.

Apakah pergi ke rumah gadis itu adalah cara terbaik? Apakah pergi ke kandang macan itu adalah cara satu-satunya? Jika seperti itu, maka Ravin akan melakukannya.

Ravin mengambil kunci motornya, dengan terburu-buru, pria itu keluar dari kamar dan berjalan menuju tempat motornya berada.

"Mau ke mana kamu, Ravin?" tanya Sella yang melihat putranya terburu-buru.

"Ketemu Ivy, Bu," balas Ravin yang tentunya membuat Sella mendecak sebal.

Sella menghampiri Ravin, ia mencabut kunci motor yang sudah terpasang. "Ibu gak akan izinkan kamu untuk menemui Ivy, kamu lupa sama pemberian keluarga Ivy kepada kita? Kita berhutang banyak kepada mereka, dan kamu harus membayarnya dengan tidak berhubungan lagi bersama Ivy. Kamu mau keluarga kita terus terlilit hutang? Sudahlah, Ravin, kamu harus mengikhlaskan Ivy."

Sekarang dua kubu keluarga benar-benar menentang, sudah tidak ada lagi yang pro terhadap hubungan Ravin dan Ivy.

Ravin menatap wajah ibunya, ia menggeleng, tidak mau melakukan apa yang ibunya katakan. "Ibu dulu yang bilang kalau cinta harus diperjuangkan, ibu dulu yang bilang kalau cinta itu buta, gak bisa memandang apapun, mau keluarganya menentang atau bagaimana, aku akan tetap bersama Ivy, Bu."

Ravin memang keras kepala, ia selalu melakukan hal sesuai apa yang ia mau, Sella sampai kehabisan kesabaran menghadapi putranya ini.

"Terserah, ibu gak tanggung jawab kalau nanti keluarga Ivy macam-macam ke kita dan menghancurkan keluarga kita."

***

Pernah merasakan kesepian padahal di sekitarmu ramai orang? Pernah merasa sendirian padahal di sekelilingmu banyak saudara? Kalau pernah, mari berpelukan dengan Ivy, Ivy pun sama halnya seperti itu.

Saudara-saudara Ivy sedang sibuk masing-masing. Ada yang sedang mengorder makanan via online, ada yang sedang menonton televisi, ada yang main handphone, ada yang bercerita satu sama lain, dan Ivy sendirian, padahal gadis itulah si pemilik rumah.

Ivy hanya bisa duduk di sofa, tak bisa melakukan apa-apa. Ponselnya masih disita, semua asetnya sudah tidak ada. Ingin rasanya Ivy menghampiri saudara-saudaranya, tetapi tidak ada yang dekat dengan Ivy, hanya Natasya lah yang mengerti keadaan Ivy.

Ivy sudah tidak ada semangat lagi sekarang, apapun yang akan terjadi ke depannya memang harus terjadi. Setelah berbicara dengan Ravin di jembatan waktu itu, Ivy sudah benar-benar mencoba melepaskan Ravin, ia sudah tidak mau diajak kumpul di kafe lagi, ia sudah tidak mau meminjam ponsel ke Kayla untuk menghubungi Ravin lagi. Semua tentang Ravin sudah Ivy usaha untuk lupakan, ya walaupun sepenuhnya Ivy masih mencintai pria tampan itu.

"Vy!" Panggilan gadis dengan kaos putih seraya mendekati Ivy langsung membuat Ivy mengerutkan keningnya.

"Kenapa, Vi?" tanya Ivy sopan, gadis yang baru saja memanggilnya adalah Violetta Graviella, salah satu sepupu Ivy yang lumayan akrab, walaupun tidak seakrab dengan Natasya.

Vio langsung duduk di sebelah Ivy, gadis itu mengusap lembut punggung Ivy seraya berkata, "Gue tau ini berat untuk lo, Vy. Gue juga gak suka saat lo diperlakukan seperti ini sama orang tua lo sendiri, lo itu sama kayak gue, Vy. Cuma bedanya kita dipisahkan dengan cara yang berbeda. Gue dipisahkan dengan cara sekolah di luar negeri, lo dipisahkan dengan cara dikurung seperti ini."

MIPA VS AKUNTANSIWhere stories live. Discover now