47. Satu Tahun Kemudian

359 33 0
                                    

Satu tahun kemudian.

Namanya juga hidup, selalu melangkah maju, selalu berubah-ubah. Tidak selalu stuck pada satu posisi, satu tempat, satu kejadian, dan satu orang. Perubahan akan selalu berada di dalamnya, pergantian akan selalu ada di sekelilingnya.

Sylvia Ivy Vianly, gadis yang dulunya masih kelas sepuluh saat ini kelas sebelas. Gadis yang dulunya tinggal di Kota Jakarta, saat ini sudah terbiasa dengan Kota Semarang, bahkan sudah mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang sana.

Ivy berubah seratus delapan puluh derajat, hidup yang tadinya penuh kekangan saat ini jauh lebih santai karena keluarganya sudah percaya pada Ivy. Hidup Ivy yang dulunya mendambakan keadilan, saat ini sudah terpenuhi. Jika ada yang bertanya Ivy bahagia atau tidak, maka jawabannya tidak.

Namanya juga manusia, harus mempunyai mimpi, harus mempunyai harapan. Satu kebahagiaan saja masih belum cukup, walaupun masih bisa disyukuri adanya. Masih ada satu yang kurang, Ivy masih belum kembali ke Jakarta, Ivy masih belum menemui teman-temannya di sana.

Ya walaupun kehidupan Ivy jauh lebih bisa dinikmati, masih ada kerikil-kerikil kesedihan yang menghampiri.

"Vy, ada Raka nih!" teriak Vanya dari lantai bawah, sontak langsung membuat Ivy tersenyum dan berlari ke bawah.

"Hai, Sayang! Udah lama nungguin, ya?" tanya Ivy sambil memeluk tubuh Raka. Jika kalian bertanya apa hubungan mereka berdua maka jawabannya adalah sepasang kekasih.

Waktu itu kejam, waktu bisa mengubah segalanya. Waktu bisa mengubah janji, waktu bisa mengubah perasaan, waktu bisa mengubah kehidupan.

Ivy sudah jatuh ke dalam hati Raka. Ivy mencintai Raka, dan semua keluarga sangat bahagia mendapatkan kabar tersebut. Tentu saja selain mendapatkan keluarga yang sama-sama berambisi menjadi dokter, Darendra dan Darka sudah merencanakan segalanya.

"Enggak kok, Sayang. Mau jalan sekarang? Anak kelas udah pada nungguin," ucap Raka sambil meminum jus mangga pemberian Vanya.

Raka dan Ivy masih satu kelas, mereka akan tetap satu kelas sampai tingkat tiga. Raka juga masih menjadi ketua OSIS, tahun terakhir masa jabatannya.

"Boleh. Mah, Ivy sama Raka pergi buat kerja kelompok dulu, ya. Ada praktik biologi yang harus kita selesaikan," pamit Ivy sambil mencium pipi Vanya. Gadis itu mencomot kue kering coklat dan langsung menggenggam tangan Raka, menyeretnya keluar.

"Raka pamit, Tante!" seru Raka sambil napas yang terengah-engah karena diseret.

Jika ada yang bertanya bagaimana hubungan keduanya sejauh ini, maka jawabannya semua baik-baik saja, mereka jarang ribut, teman sekelas Ivy juga sudah menerima Ivy. Gaya bahasa serta berpakaian Ivy juga sudah berubah.

Raka itu tipikal orang yang dewasa, Raka tidak suka menyelesaikan masalah dengan main tangan, apalagi mendua. Raka suka mengalah, pria itu berprinsip lebih baik menghilangkan gengsinya daripada kehilangan seseorang yang ia cintai. Raka pengertian, Raka perhatian, dan Raka adalah tipikal orang yang manis nan romantis.

"Lembar kerja pertama udah kamu selesaikan kan, Beb?" tanya Ivy yang mengecek tasnya, Ivy melihat banyak kertas yang berserakan, kertas yang berisi lembar kerja, panduan materi, keselamatan kerja, dan hasil observasi yang ada di mana-mana.

Bayangkan saja, dalam dua minggu satu kelas harus menyelesaikan tiga bab, setiap bab harus praktik, harus mengkaji soal, harus menjawab lembar akhir, dan banyak lagi lainnya. Katanya kelas sebelas harus mengejar materi, supaya nanti mereka bisa mempelajari kelas dua belas lebih awal. Namun, yang menjadi masalahnya, murid-murid ini lelah. Para murid ini tak sanggup lagi menahan beban tugas yang segini banyaknya.

MIPA VS AKUNTANSIWhere stories live. Discover now