23. Bluethetic Cafe

338 36 0
                                    

Ivy memoleskan lip-balm pada bibirnya sehingga muncul warna bibir yang jauh lebih segar. Gadis itu langsung tersenyum manis dan memuji wajahnya sendiri. Bukannya narsis atau percaya diri habis, tapi ia mencintai dirinya sendiri. Ia mencintai semua yang sudah Tuhan berikan kepadanya. Semua perempuan itu cantik, bukan?

Setelah sudah siap semuanya, Ivy langsung menyisir rambutnya dan mengoleskan vitamin rambut. Lalu gadis itu menyemprotkan parfum yang selalu menjadi ciri khasnya, parfum strawberry yang sangat kalem dan mempunyai ciri khas tersendiri.

Ivy dengan cekatan langsung mengambil sling bag berwarna putih untuk dipadupadankan dengan sweater biru serta rok selutut berwarna putih yang ia kenakan. Gadis itu berjalan keluar dari kamar dan menuruni anak tangga satu-persatu.

"Pagi, Mbok! Mamah sama papah udah berangkat?" tanya Ivy yang sedang memeriksa ulang isi sling bag-nya.

"Sudah, Nona. Mereka sudah berangkat sejak tadi pagi jam tigaan," sahut Mbok Darmi yang menyiapkan sarapan untuk Ivy.

Ivy mendekati Mbok Darmi, gadis itu mengambil susu coklat kesukaannya dan langsung menegaknya sampai habis. "Ivy gak sarapan ya, Mbok. Ini sarapannya buat Mbok Darmi sama supir, sama satpam aja. Ivy ada janji sama temen mau ke kafe bareng. Jadi Mbok Darmi tenang aja," ujar Ivy dengan senyum meyakinkan.

Gadis itu melihat raut wajah tegang dari Mbok Darmi. "Udah, Mbok. Ivy baik-baik aja, kok. Mbok Darmi gak usah khawatir," sambung gadis itu lagi. "Ivy pamit ya, Mbok."

Ivy langsung memakai sepatu dengan warna biru muda. Remaja perempuan tersebut langsung mengayunkan kakinya dan keluar dari rumah. Melihat sosok yang ia tunggu-tunggu, Ivy langsung tersenyum manis. "Pagi, Vin!" sapa Ivy sambil memeluk tubuh Ravin dengan erat.

"Pagi juga, Vy! Mau langsung berangkat? Aksa, Kayla, sama Bening udah nunggu." Ravin menanyakan pendapat Ivy. Sejauh ini Ivy sama sekali tidak seperti perempuan pada umumnya.

Jika Ivy sedang marah, ia tidak pernah berbicara terserah, gadis itu selalu berbagi keluh kesah. Jika Ivy menginginkan suatu hal, Ivy pun sama sekali tidak memberikan Ravin kode-kode yang sama sekali tidak jelas, Ivy jauh lebih suka mengatakan dengan gamblang.

"Boleh," sahut Ivy yang langsung memakai helmnya. "Bantuin dong!" Ivy yang merasa kesusahan dalam mengaitkan helm langsung meminta tolong kepada Ravin. Gadis itu menatap mata Ravin dengan lekat dan tersenyum. "Kamu manis," bisik Ivy tak tahu malu, membuat Ravin dengan jahilnya menutup kedua mata Ivy.

"Ke aku doang ya gitunya, ke yang lain jangan!" perintah Ravin dengan kedua alis yang terangkat, seperti meminta kepastian.

Ivy langsung cengengesan tidak jelas, gadis itu memegang perutnya dan tertawa terpingkal-pingkal. "Emangnya aku fuck girl apa?" tanya gadis itu dengan tatapan mematikan. "Seumur hidup baru kamu yang deket sama aku," lanjut Ivy dengan serius. "Jadi aku gak mungkin berperilaku layaknya fuck girl lah!"

"Bercanda." Diabetes, Ivy benar-benar diabetes jika disuguhkan senyum Ravin terus-menerus seperti ini. Ravin itu sangat manis, Ravin itu seorang pria yang sangat berbeda dengan yang lainnya.

"Yuk jalan."

***

"Wey Si Neng, baru bangun apa gimana lo?" sindir Bening yang sedang mencolek kentang ke saos. "Abis ngapain aja sampai lama banget?" tanyanya lagi.

Ivy mencibir tidak jelas sebelum duduk di sebelah kursi Ravin. "Kepo amat lo!" jawab Ivy sinis. "Cari doi aja gih," lanjutnya.

"Wey! Sekarang Ivy omongannya sarkas, ya." Bercanda, itu semua hanyalah bercanda. Ivy tetaplah Ivy dan Bening tetaplah Bening. Mereka memang acap kali bertengkar hingga sindir-sindiran, nanti juga baikan sendiri.

"Noh Kayla sama Aksa lagi bucin, recokin gih!" Ivy yang sedang tidak mood untuk direcoki oleh Bening langsung menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan. Entah mengapa Ivy sama sekali tidak bersemangat hari ini. Ada satu hal yang kurang sepertinya.

"Kenapa lo? Baru bangun udah rebahan mulu! Ngebucin kek," ujar Kayla memanas-manasi. Bagaimana tidak memanas-manasi, Ivy dan Ravin jika bertemu itu selalu datar, hanya mengobrol sebentar, lalu sisanya menenggelamkan wajahnya masing-masing ke lipatan tangan.

"Berisik lo!" Ah iya, Ivy ingat sekarang, mengapa dirinya benar-benar moodyan. Ivy sedang kedatangan tamu bulanan rupanya.

Ravin yang tadinya fokus dengan game di ponselnya, kini mengalihkan atensinya ke gadis yang ada di sebelahnya itu. "Kenapa, Vy?" tanya Ravin lembut.

"Fix, valid no debat lo pasti lagi haid, kan?" tebak Kayla dengan gamblangnya. "Makanya dari tadi kayak gak semangat hidup, makan sono, minta suapi sama Ravin," lanjut Kayla.

Ravin yang mendengar itu langsung paham dan menganggukkan kepalanya. "Sakit?" tanya Ravin penuh pengertian. Siapapun tolong Ivy! Ivy sangat beruntung sekali mendapatkan pria ini!

Ivy menggelengkan kepalanya, gadis yang rambutnya diurai itu merasakan ada yang menarik kepalanya dan mendekap Ivy dengan sangat lembut. "Siapa tau mendingan." Itu Ravin, Ravin benar-benar sangat manis. Semua yang diperlakukan oleh Ravin sangat bermakna.

"Ye, Kampret! Bucin semua kalian! Gue cuma remahan rengginang diem aja deh," cibir Bening langsung memakan semua makanan yang ia pesan. "Mau pesen apa lo, Vy? Biar gue yang pesenin," tawarnya.

"Burger aja deh," sahut Ivy meminta tolong supaya Bening memesankan burger untuknya.

"Okay!"

***

Ravin menyuapi Ivy dengan telaten, gadis itu benar-benar keras kepala saat sedang haid seperti ini. Katanya tidak nafsu makan sehingga dirinya harus menyuapi Ivy.

"Udah," rengek Ivy dengan bibir yang sudah tertekuk.

"Lagi, Vy. Satu suap lagi," pinta Ravin yang langsung menyuapkan suapan terakhir untuk Ivy. "Minum nih," ujarnya lagi yang memberikan gelas berisi jus alpukat.

Ivy tersenyum dengan lebar. Gadis itu sangat bahagia saat ini. Ravin memang sangat pengertian. Ravin memang sangat mengerti dirinya. "Makasih, Vin."

"Sama-sama."

"Ekhem, bucin detected ya, Bund." Kayla tertawa ngakak saat melihat kedua orang di hadapannya. Dua orang itu sangatlah cocok. Ravin yang ramah dan Ivy yang keras kepala. Keduanya pun sama-sama pandai.

"Lo juga bucin kali, gue doang yang gak bucin," sindir Bening dengan raut kalemnya, kerjaan Bening dari tadi hanya makan terus.

Bening bahkan sudah habis tiga burger, dua porsi nasi goreng, satu roti bakar, dan dua gelas jus melon. Katanya lebih mending makan ketimbang melihat kedua sahabat laknatnya sedang bucin.

"Makanya cari pacar sono!" Kini Aksa berbicara, ikut-ikutan memerintah Bening supaya cari pacar. Aksa sangat pacaran, mengapa Bening sangat sulit sekali berpacaran. Apa salahnya?

"Ogah, nanti gue bucin kaya lo semua," tolak Bening mentah-mentah.

Ravin menyuapkan satu kali suapan roti bakar ke mulutnya. Ia melirik ke Bening dan langsung mendecak sebal. "Gue gak bucin, ya. Gue tuh cuma lagi jatuh cinta," ucapnya.

"Sama aja njir!"

***

Hai, Guys! Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam buat kalian semua yang baca cerita ini!

Gimana part ini? Semoga enjoy selalu, ya!

Pernah ada di posisi Bening?

See you!

Xoxo,

Luthfi Septihana🌹

MIPA VS AKUNTANSIWhere stories live. Discover now