16. Lambe Turah!

368 47 0
                                    

Bening, Aksa, dan Ravin sedang berada di kantin SMK Satu saat ini, mereka sedang menikmati waktu istirahat di saat padatnya pelajaran. Bening memang dekat sekali dengan Aksa dan Ravin, dekat di sini bukan berarti memasuki fase pendekatan untuk memasuki suatu jenjang pacaran atau apa, namun dekat pada konteks ini adalah Bening kenal lama dengan Aksa dan Ravin saat SMP dan dipertemukan kembali di SMK.

Bening sedang menikmati batagor kesukaannya. Gadis itu memang sedikit tomboi. Banyak di antara murid-murid alay yang berada di kantin menatap Bening dengan tajam karena duduk di antara pria-pria yang memang mayoritas jarang di sekolah ini.

"Hubungan lo sama Kayla gimana, Sa?" tanya Bening sambil memasukkan batagor penuh bumbu kacang ke dalam mulutnya.

Aksa yang sedang mengetikan pesan singkat kepada Kayla langsung mendongak ke arah Bening. "Baik, cuma dari tadi Kayla lagi marah-marah mulu, gue gak tau kenapa, mungkin dia lagi ada masalah atau apa."

Aksa memang orangnya terbuka, pria itu akan menceritakan semuanya kepada orang yang ia anggap sahabat, entah itu Ravin atau Bening. Lagian apa salahnya sahabatan dengan Bening yang notabenenya adalah sahabat Kayla juga?

"Lagi sensi kali, mau kedatangan tamu, kaya gak tau cewek aja," sahut Ravin yang memberikan persepsinya.

"Bisa jadi," balas Aksa yang kembali mengetikan pesan singkat kepada Kayla.

Bening teringat satu hal, hal di mana ia bertemu dengan Ivy di kafe, dan saat itu Ivy menceritakan segalanya.

"Hubungan lo sama Ivy gimana, Vin?" tanya Bening yang sepertinya sedang melancarkan aksinya.

Ravin yang mendengar pertanyaan Bening hanya bisa menautkan kedua alisnya. "Hah? Maksudnya gimana?" tanya Ravin tak paham.

Kayla berdecak sebal, Ravin ini memang tidak peka, memang menyebalkan. "Ya ada kemajuan atau enggak gitu loh. Lo masih suka sama Ivy, kan?"

Ravin meminum teh gula batu kesukaannya. Pria itu juga memasukkan mie ayam yang ia pesan ke dalam mulutnya. "Kemajuan apa sih yang lo maksud, Ning? Suka lah, lo kan tau kalau gue suka banget sama Ivy."

"Ck, ya kemajuan hubungan lo sama Ivy lah, Vin. Lo nembak dia atau ke mana berdua gitu, malmingan, ketemuan, or something."

Ravin hanya cuek, pria itu mengangkat kedua bahunya tanda tidak paham apa yang Bening sedang katakan.

"Emang dia mah gak peka, Ning. Mau lo kode sampai kapanpun juga dia gak bakalan peka." Aksa yang dari tadi mendengar pertanyaan Bening dan jawaban polos dari Ravin langsung turut mengungkapkan apa yang ada di pikirannya.

Pria dengan jam tangan hitam yang dari tadi disindir itu hanya bisa berdecak sebal. "Enak aja gak peka, lo kali yang gak peka sampai Kayla suka sama lo sejauh itu, tiga tahun woy."

"Kan beda konteksnya, Vin. Kalau di sini gue gak peka karena Kayla gak ngasih tanda-tanda, sedangkan lo—"

"Gue apa?" tanya Ravin dengan tatapan mata yang tajam. "Ivy aja gak ngasih tanda-tanda ke gue, mana gue peka apa yang dia mau, lagian gue sama dia udah gak pernah ada hubungan lagi, abis kelar reuni ya udah. Chat aja udah gak pernah," lanjut Ravin.

Bening menepuk keningnya. Bisa-bisanya ia dipertemukan dengan sahabat-sahabat yang tidak peka sama sekali. Ivy yang tidak peka dengan kemauan Ravin, Ravin yang tidak ada niatan untuk memberikan kepastian, Kayla yang hanya bisa mencintai dalam diam selama tiga tahun, dan Aksa yang sama sekali tidak tahu-menahu tentang perasaan Kayla. Memang tidak ada yang peka mereka semua tuh!

"Terus lo gak ada niatan buat ngasih kepastian ke Ivy gitu, Vin?" Bening yang tidak tahan dengan sindirannya langsung bertanya seperti itu kepada Ravin, jangan lupakan nada bicara seorang Bening yang dibuat menyebalkan.

"Gak jelas omongan lo, Ning." Ravin sepertinya tidak mau membahas hubungannya dengan Ivy lebih jauh, atau mungkin tidak peka?

"Kemarin gue ketemu Ivy di kafe, Ivy cerita banyak ke gue. Gue sempet singgung hubungan kalian, gue juga sempet tanya ke Ivy kalau dia tau gak Ravin suka ke dia, katanya dia tau. Terus gue tanya lagi kan, kenapa gak minta kepastian ke Ravin, dan kalian tau jawabannya? Kata dia buat apa, kalau Ravin suka ke dia ya Ravin yang nembak lah, kalau Ivy yang minta kepastian dikira murahan." Bening menceritakan semuanya kepada Ravin dan Aksa dengan nada yang sedikit dibuat-buat seperti nada bicara Ivy.

Bening memang seperti itu, tidak bisa berdiam diri untuk tidak mencomblangkan sahabatnya, memang lambe turah!

"Jadi?"

Allahu Akbar! Ravin sama sekali tidak peka dengan kode sekeras itu! Memang menyebalkan sekali Ravin tuh!

"Lo jelasin ke sahabat lo yang tololnya natural ini deh, Sa. Jelasin sejelas-jelasnya pakai bahasa cowok, supaya dia sedikit lebih peka." Bening langsung menunjuk Aksa untuk menjelaskan kepada Ravin tentang maksud ucapannya.

Aksa mengambil napas dalam-dalam. Ia memikirkan kata-kata apa yang cocok untuk menyadarkan Ravin, andai saja Ravin bisa sedikit lebih peka. "Lo tau sendiri kan Vin kalau Ivy itu gadis anggun yang gak akan pernah nurunin harga dirinya sedikitpun, apalagi pola pikir Ivy yang emang benar-benar berkualitas, Ivy gak main-main untuk nunjukin kalau dia lahir dari keluarga yang terpandang. Kasarnya gini deh, Vin, kan lo yang suka sama Ivy, masa iya lo nunggu Ivy ngasih kode ke lo? Secara gak langsung dia menjatuhkan harga dirinya dong?"

"Jadi dia minta gue nembak dia gitu?" tanya Ravin yang membuat Aksa dan Bening menepuk keningnya masing-masing.

"Kenapa gak lo coba?" Bukannya menjawab pertanyaan Ravin, Aksa justru balik bertanya kepada Ravin.

"Gue sama dia beda, Sa, Ning. Kalian tau kan kalau dia lahir dari keluarga mampu, dia lahir dari keluarga terpandang, sedangkan gue jauh di bawah dia. Gue emang suka sama dia, gue emang kagum dan sayang sama dia, dia gadis yang menurut gue sempurna. Tapi gue gak segila itu untuk hancurin masa depan dia dengan cara jadiin dia pacar gue yang bahkan gak tau ke depannya mau jadi apa." Ravin menjeda omongannya. Sebenarnya Ravin sangat tahu kode apa yang dari tadi kedua sahabatnya singgung, namun ia tak mau membahasnya lebih lanjut karena ia masih memiliki pola pikir normal.

"Gue gak mau masa depan yang dia udah tata dari sekarang jadi hancur gitu aja karena gue yang gak bisa ngasih dia apa-apa," imbuh Ravin dengan final. Pria itu kembali memakan mie ayam kesukaannya dan sesekali meminum teh gula batu favoritnya.

"Lo gak mau berjuang gitu? Lo gak mau memperjuangkan seorang Sylvia Ivy Vianly?" tanya Bening memastikan.

"Mau, tapi kalau gue udah sukses nanti."

***

Hai, Guys! Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam buat kalian semua yang baca cerita ini!

Akhirnya bertemu lagi sama aku huhu!

Kalian punya temen yang kaya Bening gak nih? Lambe turah banget, apa-apa dibahas, suka banget jadi mak comblang pula.

Ah iya aku lupa tanya kabar kalian, gimana nih kabar kalian, baik? Semoga baik terus, ya!

Have a nice day, Babe(^^)

Xoxo,

Luthfi Septihana🌹

MIPA VS AKUNTANSIWhere stories live. Discover now