33. Pengorbanan

288 32 0
                                    

"Opa, jangan!"

Ravin langsung menoleh, ia melihat Ivy di depan pintu, itu adalah Ivy, dan apa tadi? Ivy memanggil pria di hadapannya dengan sebutan Opa?

"Wah, rupanya cucu kesayanganku sudah datang. Aku adalah kakek dari seorang Sylvia Ivy Vianly. Kalian pasti mengenali Ivy, bukan?" Darka duduk di kursi rumah Ravin. Ia menaruh satu amplop uang yang nominalnya tentu saja sangat banyak. "Saya akan berikan uang ini secara gratis, asalkan kau, Ravindra Atmawidjaya Pratama, tidak lagi berhubungan dengan Ivy. Kau harus menjauhi Ivy."

Ravin tersenyum simpul. Jadi ini rupanya mengapa Darka membantunya. Jadi keluarga Ivy benar-benar menentang hubungan mereka berdua.

"Jangan mau menerima uang dari Opa, Vin. Biar aku yang bayar uang sekolah Dara, biar aku yang lunasi semuanya!" seru Ivy langsung mengambil dompetnya, ia ingin mengeluarkan kartu ATM-nya, namun tiba-tiba tangannya dicekal oleh bodyguard Opa. "Lepas!" Ivy memberontak, ia sama sekali tidak mau dicekal seperti ini.

"Bawa dia ke mobil!" perintah Darka, ia langsung mendekati Ravin dan menepuk pundak anak muda tersebut. "Sampai kapanpun saya tidak akan merestui hubunganmu dengan Ivy. Ivy adalah putri dari keluarga terpandang, menjadi anak menantu keluarga ini sama sekali bukanlah hal yang harus menjadi takdir putri kami."

Darka mengambil uangnya yang tadi ia taruh di meja. Pria paruh baya itu memberikan ke Ravin dan langsung mengusap pundak Ravin kembali. "Gunakan uang ini, jangan dekati Ivy lagi. Dia sama sekali tidak pantas denganmu."

***

Darka memasuki rumah Vero dengan kepala tegak, di belakang pria tua tersebut ada Ivy yang sedang dibawa oleh kedua bodyguard. Misi pertama berhasil, Ravin sudah hutang uang kepadanya. Bagaimanapun caranya, Ravin harus menjauhi Ivy.

Ivy memejamkan mata saat dirasa tangannya memerah, ini sangat sakit, Tuhan. Tangannya dicekal sampai membekas. Gadis tersebut melihat banyak sekali orang di rumahnya, itu semua adalah keluarga besarnya, bahkan ada Natasya di sana.

PLAK!

Satu tamparan Vero mendarat di pipi Ivy, lengkap sudah, sekarang semuanya sudah hancur. Seorang ayah berani-beraninya menampar putrinya di hadapan seluruh keluarga besar. Natasya yang melihat Ivy ditampar seperti itu langsung meringis sakit. Sebenarnya apa salah Ivy?

"Dari mana aja kamu? Kamu sudah berani mempermalukan keluarga, Ravin bahkan sama sekali tidak pantas untukmu. Dia hanyalah anak dari keluarga miskin, dia hanyalah anak dari seorang petani dan pedagang. Seorang Sylvia Ivy Vianly berhak mendapatkan yang terbaik, yang jauh lebih segalanya dari Ravin."

Ivy memberontak, ia melepaskan tangannya dari cekalan kedua bodyguard. Gadis itu maju dan melangkah mendekati Vero. "Apa salahnya? Ivy jatuh cinta sama Ravin, Ivy sayang sama Ravin. Apa papah pernah memikirkan bagaimana perasaan Ivy? Apa papah pernah tanya ke Ivy, Ivy baik-baik aja apa enggak? Selama ini cuma Ravin yang peduli sama Ivy, keluarga besar ini aja gak peduli sama keadaan Ivy. Ivy ditekan untuk menjadi sempurna, Ivy ditekan untuk mengabulkan semua permintaan kalian. Cuma Ravin yang ada di samping Ivy, cuma Ravin yang ada dan menguatkan Ivy. Papah ada enggak?"

Ivy menahan tangisnya, ia menghapus satu bulir air mata yang tidak sengaja jatuh. "Ivy sayang sama Ravin, Pah. Sampai kapanpun Ivy selalu sayang sama dia. Perasaan gak ada yang tau, Pah, mau papah menentang sedemikian rupa, kalau memang Ravin jodohnya, papah bisa apa?" Ivy menunjuk ke arah dada Vero, ia tersenyum penuh mengejek. "Hati papah terlalu tertutup sampai papah selalu menilai segalanya dengan jabatan, kekuasaan, kekayaan, apa papah menikah dengan mamah karena hal demikian juga? Apa papah gak pernah merasakan jatuh cinta?"

PLAK!

Benar-benar ringan tangan, Vero sudah kelewat marah. Ia sudah lelah mendengar semua omongan Ivy.

"Tampar lagi, Pah. Tampar lagi kalau memang itu kenyataannya. Papah terlalu buta untuk melihat apa yang Ivy lihat. Ravin tau caranya menghargai seseorang, Ravin tau caranya mencintai perempuan. Ravin adalah pria terbaik yang Ivy temui. Mau sampai kapanpun keluarga ini menentang, atau bahkan keluarga Vianly menentang, Ivy akan tetap mencintai Ravin. Kalian semua gak berhak mengatur Ivy."

Vanya hanya bisa menghapus air matanya yang terus jatuh. Ia baru tahu kalau Ravin berasal dari keluarga tidak mampu. Sama sekali tidak ada sejarahnya putri dari keluarga Vianly menikah dengan pria miskin.

Ivy melangkahkan kakinya, ia ingin memasuki kamarnya dan menangis saja di sana. "Semua asetmu papah sita." Itu kalimat yang Vero ucapkan, tentu saja langsung membuat Ivy membalikkan tubuhnya. Ivy membuka tasnya, melempar kunci mobil, dan dompetnya. Gadis itu kembali mencari aset yang penting di tasnya. Ia juga memberikan ponsel keluaran terbarunya ke Vero.

"Udah? Papah udah dapetin semua, kan? Ivy mau tidur, capek."

***

Ivy masih diam terduduk di sofa kamarnya. Tangisnya yang tadi sudah berhenti kini pecah kembali. Dadanya benar-benar sesak, napasnya pun tidak beraturan. Mengapa terlahir dari keluarga terpandang begitu menyakitkan? Gadis itu bangkit, membuka jendela kamarnya, menatap bintang yang sering menjadi objek saat ia di kafe bersama Ravin.

"Vin, kamu selalu inget janjiku, kan? Aku selalu berusaha dan berjuang untuk kita bersatu. Vin, satu hal yang aku takutkan sekarang. Apakah kamu akan pergi dan meninggalkan aku? Apakah kamu akan pergi dan melupakan semua janji kita? Aku gak tau apa jawabanmu, tapi semoga kamu menepati janji itu, kamu menepati janji untuk selalu bersamaku. Kamu menepati janji kalau selalu mengukir namaku di hatimu. I love you, Ravindra Atmawidjaya Pratama. Kita pasrahkan hubungan kita pada takdir."

Bintang pada malam ini menjadi saksi bisu, bagaimana perjuangan hubungan Ravin dan Ivy. Bintang malam ini juga menjadi saksi bagaimana Ivy menangis dan meminta kekuatan takdir. Ivy tersenyum, semoga Tuhan kelak memberikan happy ending pada ceritanya. Semoga Tuhan kelak melimpahkan kebahagiaan kepada Ivy.

Teruntuk Ravin, Ivy benar-benar menyayangimu, walaupun baru menyadari beberapa minggu. Teruntuk Ravin, Ivy selalu menunggu kekuatan takdir.

Ivy selalu menyayangi Ravin, semoga Ravin menyayangi Ivy juga.

TOK TOK TOK!

Ketukan pintu membuat Ivy langsung mendekat dan melihat siapa yang masuk, rupanya di depan pintu itu ada Mbok Darmi.

"Non Ivy, dipanggil Tuan Vero!" teriak Mbok Darmi. "Waktunya makan malam, Non."

"Bilang ke papah kalau Ivy gak mau makan malam, Mbok. Ivy mau tidur aja," sahut Ivy.

"Non Ivy belum makan apapun dari tadi siang, Non Ivy bisa sakit." Mbok Darmi benar-benar tidak putus asa, pembantu itu terus mencari cara supaya Ivy mau keluar dan makan supaya tidak sakit.

"Ivy gak mau makan, Mbok! Biarin aja Ivy sakit atau apapun itu, gak ada yang peduli sama Ivy, kan?"

***

Hai, Guys! Selamat pagi, selamat siang, selamat sore, dan selamat malam buat kalian semua yang baca cerita ini!

Gimana kalau kalian jadi Ivy nih? Sakit gak?

Ada yang nangis baca cerita ini? Maaf kalau feel-nya gak dapet.

See you!

Xoxo,

Luthfi Septihana🌹

MIPA VS AKUNTANSIWhere stories live. Discover now