ISEY || CHAPTER TUJUH BELAS

469 42 1
                                    

[I Shall Embrace You]

-

-

Happy reading

jangan lupa vote dan komen

-

-

-


"Bunda udah tahu kalau kita mau ke rumah?" tanya Cia sambil melirik Vian yang fokus mengemudi.

"Hmm."

Cia memutar bola matanya. Ingin sekali rasanya ia mencakar wajah laki-laki itu sekarang.

"Mama sama Papa?" tanya Cia lagi setelah hening beberapa saat.

Vian melirik ke arah Cia sekilas lalu kembali fokus pada jalanan di depannya.

"Orang ngomong itu dijawab!" ketus Cia menatap Vian sebal.

Laki-laki itu menghela nafas, melirik ke arah spion lalu menatap gadis di sampingnya.

"Udah, Cia," jawab Vian dengan nada lembut. Meskipun Cia tahu nada itu dibuat-buat. Tapi hatinya ikut senang, setidaknya laki-laki itu sabar menanggapinya.

"Aku nggak mungkin tiba-tiba bawa kamu tanpa sepengetahuan Mama sama Papa," ujar Vian tanpa ada niat untuk melirik lawan bicaranya.

"Kenapa? Takut dimarahin, ya?" tanya Cia melirik Vian sejenak. Raut wajah laki-laki itu mengeras. Entah apa yang salah dengan ucapan Cia. Karena Cia yakin, siapapun yang mendengar ucapannya pasti tahu jika dia sedang bercanda. Tapi, kenapa laki-laki itu menanggapinya serius?

Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan antara Cia dan Vian.

Laki-laki itu mematikan mesin mobilnya lalu keluar. Meninggalkan Cia yang masih bergulat dengan pikirannya sendiri. Buru-buru Cia keluar dari mobil menyusul langkah Vian yang membuatnya tertinggal di belakang laki-laki itu.

Pintu diketuk. Suara nyaring dari dalam rumah terdengar menyuruh Vian dan Cia menunggu.

Vian tersenyum ramah saat perempuan paruh baya menampakkan diri dari balik pintu kayu itu.

"Sore, Bunda," sapa Vian sembari mencium tangan mertuanya.

"Iya, sayang. Ayo masuk," ajak Aini lembut.

Vian dan Cia langsung masuk ke dalam rumah bernuansa putih itu. Sudah lama rasanya Cia tidak menginjakkan kaki di rumah itu. Karena biasanya, kalau sedang rindu, ayah dan bundanya lah yang akan datang berkunjung ke rumah Vian.

"Ayah ada, Bun?" tanya Vian lansung. Sepertinya laki-laki itu tidak ingin berlama-lama, ia ingin segera membicarakan hal penting itu pada ayah mertuanya.

Aini mengangguk lantas tersenyum. "Ada, di belakang."

Vian mengangguk, berjalan ke arah belakang rumah. Disusul oleh Cia yang mengekor di belakang Vian.

"Mau kemana?" tanya Aini mencekal tangan anaknya.

Cia menatap bundanya lalu kembali menatap punggung Vian yang semakin menjauh. "Nemenin Vian, Bun."

"Udah, kamu nggak perlu ikut. Di sini aja sama Bunda. Itu urusan laki-laki."

Cia menghela nafas pasrah. "Kalau gitu Cia ke kamar aja deh, Bun."

Aini mengangguk setuju.

Sudah satu jam lebih dan Vian belum juga menyusulnya ke kamar. Apakah mereka belum selesai? Apa sebenarnya yang Vian bicarakan? Apakah itu sesuatu yang penting? Sehingga laki-laki itu hanya ingin bicara empat mata dengan ayah Cia? Kalau hanya membicarakan masalah kemarin, bukankah dia juga berhak untuk ikut?

I SHALL EMBRACE YOUWhere stories live. Discover now