[Chapter 33] || Potret Usang

453 111 552
                                    

- Potret Usang -
\
\

Sumpah! Ketika Maudy ngucapin ulang tahun, itu cuma berdasar teorema iseng saja terkait image 1 April. Ia tidak tahu — walau tiap tahun Maurin heboh untuk surprise Harry — Maudy sama sekali tidak mengingat kapan atau tanggal tepatnya ulang tahun pria itu.

"HAPPY EIGHTEEN BIRTHDAY BANG ARI!" suara nyaring Maurin seolah mempertegas esensi hari ini. 

Keduanya sampai jam 8, disambut surprise dan sepertinya semua kerabat berkumpul di ruang utama. Banyak wajah asing yang Maudy lihat, tapi beberapa ia kenali saat lamaran dulu. Semua turut menuturkan ucapan beserta harapan pada Harry.

"Kirain Olin sibuk disini, abang nunggu chat-nya padahal," kata Harry.

"Iya, Olin sibuk. Bikin kue sama Bunda, Ibu, sama yang lain juga."

"Sibuk nyicip maksudnya?" gurau kak Nina, istri bang Teddy. Disambut tawa yang bikin Maurin cengengesan.

"Abang tau ga? Olin tuh dilema. Mau chat abang ngucapin, tapi nanti gajadi surprise. Padahal Olin udah nahan ngantuk tuh semalam," sungut Maurin.

"Nah bang, jadi tadi pagi yang ngamuk karena ga dibangunin tengah malam siapa dong?" Gantian Herdi yang mengusili, bicara dengan Teddy. 

Kembali mengundang tawa karena Maurin menggerutu. "Ihh, bang Herdi mahh.."

Ditengah keramaian itu, Maudy yang telah selesai menyalimi satu persatu orang dewasa disana, pamit izin pada Bunda untuk istirahat. Bu Rita memberitahu kamar yang bisa Maudy tempati, dan ia sempat dengar Maurin bertanya, "Jadi siapa orang pertama yang ngucapin?" sebelum menjauh.

Jangan tanya lagi, Maudy beneran tengsin. Habis tutup kamar ia melempar diri ke ranjang menghentak kaki sambil menenggelamkan wajah ke bantal. Sumpah, malu!
Harusnya ia sadar ketika Harry merespon aneh ucapan ulang tahun itu. Sial, bahkan Maudy bilang tepat tengah malam — seolah di-spesialkan dan ingin jadi yang berkesan.  

"Perfect Dy, sesumbar bilang ga peduli tapi ngucapin plus ngehadiahin," gerutunya sarkas.

Bayangan Harry menganggapnya stalker bikin bergidik, apalagi ingat seringai senga yang sempat Harry lontarkan padanya tadi sebelum pergi.

"Gatau ah, bodo!!"
.

Jam 10 malam Maudy keluar kamar. Bosan rebahan tanpa ponsel atau hiburan lain tidak juga bikin mengantuk, dan ia penasaran karena Bunda atau Maurin tidak masuk kamar.

Masih terdengar sayup suara dari ruang utama meski tidak seramai tadi. Maudy sendiri keluar dari kamar di ruang tengah. Ini bukan jenis rumah mewah bertingkat, tapi luas dengan beberapa bagian ruang. Berlantai semen, serta atap tinggi tanpa plafon. Rumah nenek Harry dari pihak bapak.

Tiga langkah ke arah kiri Maudy bisa mengintip ruang utama, yang beralih fungsi jadi tempat pengungsian tidur. Maurin tidur disitu, tapi tak terlihat Bunda. Alih-alih terus melangkah ke ruang utama, Maudy malah bertolak ke ruangan lain yang berhadapan dengan pintu kamarnya karena ada jendela. Ruangan itu lebih kecil dari ruang tengah dan utama, tapi terdapat dua pintu saling berhadapan.

Berkat lihat jendela, Maudy jadi tahu kalau salah satu pintu disitu merupakan pintu masuk samping. 

"Terserah kamu lah, aku ngantuk."

Juga lihat Harry, bersandar di bale dengan posisi memunggungi tempat Maudy, berteleponan. Mungkin dengan Bella. Maudy tidak niat penasaran jadi kembali.

Meski rumah cuma terbagi tiga ruangan, tapi karena banyak pintu jadi membingungkan. Maudy ngeri salah masuk.

"Ody? Ngapain?"

Walking Towards Me [COMPLETED]Where stories live. Discover now