[Chapter 39] || Nightmare

438 103 398
                                    

- Nightmare -
\
\

Sekali lagi teriakan terdengar, kembali jadi penunjuk arah lari Harry yang tergesa tanpa menggubris sekitar. Gerimis, pohon tinggi sekelilingnya, pun malam mencekam tidak membuat langkah Harry meragu. Sampai teriakan itu menuntunnya ke sebuah bangunan kosong.

Dalam jarak itu, bukan hanya teriakan yang terdengar, tapi jelas suara pukulan. Kepanikan makin menghujam Harry yang segera dekati bangunan itu.

"Aaaa... Argh! aaaaaaa.. uhuk uhuk!"

Sistem motorik Harry seolah malfungsi setelah terbelalak menemukan situasi didalam bangunan, mencuri lihat dari jendela usang diatas bak sampah semen.

Disana, seorang anak — yang teriak — ditampar. Dan karena terus teriak, jadi terus dipukuli, sampai ditinju, bahkan ditendang setelah jatuh dari kursi. Dua tangan anak itu yang diikat hanya mampu lindungi area kepala dari pukulan, tapi tidak berhenti berteriak sekalipun sesekali tercekat untuk meringis atau batuk. Kemudian setelahnya, seorang dewasa yang marah mengambil gitar untuk segera dihantamkan ketubuh mungil itu.

Pemandangan mengerikan — Harry segera terbangun dengan napas menderu dan shock. Ia menetralkan efek kejut nightmare beserta kepala peningnya. Dan itu tidak bisa sebentar.

Dibawah lampu gemerlap, beserta iringan dentuman musik yang memenuhi kamar, Harry terduduk dibawah pinggir ranjang, dekat speaker. Sebelah tangan menyangga kepala. Diam.
Padahal tanpa mimpi buruk saja jam tidurnya sudah berantakan. Entah bagaimana caranya Harry bisa sepenuhnya beristirahat. Dari konflik batinnya sendiri.
.
.

"DAMN! WHERE IS YOUR MIND?"
Delia meledak karena sejak tadi bicara, Andre tidak memperhatikan. Mereka saling berhadapan didepan layar laptop.

Alih-alih tersentak, Andre hanya mengerjap kecil. "Uh— sorry."

"Not sorry!" sembur Delia. "You don't hear me! You don't even seem enthusiastic about our video call!"

Tidak segera dibalas, sesungguhnya Andre lelah dan pikirannya semrawut. Ia tidak dalam kondisi baik untuk bersikap palsu seperti biasanya, setelah kejadian tadi sore ditambah kena makian Papa nya.
Terima kasih pada Delia yang beralih hubungi Papa Andre karena dirinya tak bisa dihubungi, jadi beliau sampai rumah lebih dulu dan mendapati penampilannya berantakan. Dan untuk watak keras pebisnis terpandang yang melihat anaknya seperti berandal jalanan, Andre sempat menerima dua sabetan koran di pipi nya.

"I'm just tired," sahut Andre sabar. "And you don't let me rest."

"You ignore me," kata Delia sinis.

Andre menghela napas. "I'm not."

"Yes, you are!" tuding Delia. "Do you know how hard it is to contact you?"
Seterusnya Andre membiarkan segala protesan Delia terucap. Sikap Delia memang menuntut dan posesif, tapi sebenarnya Andre tak pernah bereaksi tentang itu. Singkatnya ia selalu diam, jadi entah darimana Delia menuding dirinya berbeda kali ini. Padahal segala macam interaksi pun selalu Delia yang dominan, Andre hanya berusaha menghargai dengan membiarkan panggilan terhubung.

"You're never like this to me! I'm sure there must be someone."

Dan selalu overthinking, sejak awal. Biasanya Andre masa bodoh, tapi kali ini stok sabar nya sedang menipis.
"Kak, aku ngantuk. Good night." Lalu begitu saja dimatikan. Hempaskan tubuh ke ranjang.

Walking Towards Me [COMPLETED]Where stories live. Discover now