[Chapter 42] || Rewrite The Path

791 105 534
                                    

Sebelum membaca, boleh aku tahu kalian mengharapkan ending kisah ini bagaimana?

Dan bagaimana kalau tidak sesuai harapan?

Apa kalian bakal marah sama aku?

Apa kesan kalian sepanjang mengikuti kisah ini?

Dan beri pesan padaku untuk kenang-kenangan✨

Jika sudah dijawab, siap-siap! Chapter ini tidak sedikit soalnya heuheu.
Selamat membaca✨ Hai, namaku Mia!

\
\

Pria dihadapannya memang agak berbeda. Berambut merah, lebih kurus, menggendong gitar - yang seingat Maudy dulu Harry memusuhi benda itu, tapi ia masih yakin itu Harry. Degup jantungnya mengenali itu.

Alih-alih menyahut, pria itu mengerjap bingung. Maudy masih terpaku menatap, sampai kemudian seseorang menepuk pundak Harry.
"Ngapa berhenti? Hayuk - eh, aya awewe (ada cewek). Saha Jan?"

Jan?

"Gak sengaja sejalur, jadi pas-pasan." Setelah menjawab pria disebelahnya, lantas tersenyum canggung pada Maudy.
"Maaf, kayaknya mba salah orang. Saya bukan Harry. Permisi ya," pamit nya sopan, melewati Maudy.

Seketika Maudy merasa trans. Salah orang? Mana mungkin!
Setelah 9 tahun, apa dia masih marah?

Memikirkannya, gemuruh jantung Maudy menjadi sesak. Matanya panas, perlahan berlinang.

"Udah ke toiletnya Dy?"

Lalu mengerjap, bikin setitik air mata jatuh. Mia, Dea dan Rizky sudah didekatnya. Penumpang yang turun kereta sudah sepi, dan ketika ia berbalik, Harry sudah tak terlihat. Tanpa berpikir, Maudy lari begitu saja.

"Eh, Dy! Mau kemana? Mia, itu tadi Maudy nangis? Dia kenapa?" seru Dea heboh.

"Engga tau juga."

"Ih masa gatau. Kamu kan cena -."

Gadis berkuncir itu jengkel. "Malas ah, kamu suka banget bikin orang mikir engga-engga ke aku. Kak Andre sampai interogasi tau, disangka aku tau sesuatu makanya ngajak Maudy kesini."
.

Seakan takut itu tak pernah ada dalam dirinya, Maudy menyusuri keramaian asing di luar stasiun - yang ternyata di pinggir pasar - lalu naik ojek setelah lihat tiga orang di dalam angkot yang melaju. Rentang waktu mereka turun angkot, dengan Maudy sampai, itu semenit. Jadi ia kehilangan Harry lagi didepan ruko kecil dengan pintu kaca gelap.

Dan Maudy menantang takut lagi untuk masuk kesana. Sontak disambut banyak pasang mata pria, tanpa Harry di antaranya. Maudy menggenggam erat tali tas, tangannya mulai tremor.

"Ada yang bisa dibantu dek?"

Ia agak tersentak menyadari seseorang disekat dekat pintu. Sepertinya kasir warnet ini.
"Mau cari - Harry."

"Harry? Belum ada yang login atas nama Harry."

Maudy menggigit bibir, agak gugup. Apa Harry tidak masuk kesini? Tapi tadi jelas setelah dia turun arah langkahnya kesini.

Seseorang keluar dari pintu di sisi kiri dinding.
"Wih, tumben ada pelanggan awe - Lah, aing kenal nih muka geulis."

"Yeuu maneh, gercep radarnya kalau ada yang bening," cibir si kasir. "Jangan sok kenal, dia nyari yang namanya Harry."

"Tah eta Mon! Si neng di stasiun!" serunya. "Edan euy si Ojan. Anu geulis mana geh nyangkut bae. Ieu barusan pura-pura na salah jelema, ternyata ngekor ogeh. (Gila bener si Ojan. Yang cantik mana aja pada nyangkut. Ini tadi pura-pura salah orang, ternyata ngikutin juga.)"

Walking Towards Me [COMPLETED]Where stories live. Discover now