[Chapter 40] || Perpisahan

676 111 602
                                    

"Kenapa gaada yang ngasih tau gua bangsat?" bentak Harry.

Yang membawa Maurin ternyata genk yang berkomplotan dengan Fara kemarin. Mereka dipukul mundur, tapi rupanya masih tertarik mengincar Maudy. Dan salah mengira target. Riko yang dikirimkan foto oleh orang mereka tadi, foto Maurin. Mungkin sekalian niat balas dendam.

Kebenarannya, emosi Harry meledak karena tahu Maudy sempat dicelakakan, jadi alasan lebam di wajahnya saat itu. Tapi crusher menyangka itu karena Maurin.
Tentu Harry memikirkan Maurin, hanya saja kontrol emosinya masih baik sebelumnya saat lebih dulu tahu Maurin diculik.

"Gua yang nyuruh mereka diam," ujar Tora. "Kita kira mereka selesai setelah dibonyokin."

"Selesai?" Harry skeptis. "Bisa-bisanya nutupin ini dari gua!" Ia mengerang, meninju dinding sebagai luapan kemarahannya.
Genk bangsat, berani-beraninya.

"Mau kemana? Kalem Ri." Riko menahan Harry yang akan pergi. Harry menyentak lepas pegangannya, tapi Tora sudah lebih dulu beranjak menghadang.

"Santai. Lo ga bisa pergi dalam keadaan begini," kata Tora. Bukan tanpa alasan, mereka sempat mencari sebelumnya, tapi Harry tak tenang jadi tidak benar membawa motor, hampir celaka. Makanya dihentikan dan ngumpul di rumah Tora, dan terjadilah pembicaraan itu.

"Minggir!"

"Kontrol emosi lo! Gimana bisa nyelamatin adek lo kalau lo nya celaka?"

"Lu pikir diem disini bisa nyelamatin dia?"

Yang lain tertegun mendengar Harry bicara dengan nada tinggi. Selama ini Harry paling santai dan tak acuh, bahkan jika ikut tawuran, dia memprovokasi lawan dengan sikapnya itu.

Ketegangan mereka teralih saat ponsel Tora berdering, yang ternyata memberi kabar soal Maurin. Harry tanpa basa-basi memacu motornya setelah men-share lokasi yang dikirim Elina. Ketika sampai, ia disambut Elina yang berlari ke arah nya, mengadukan situasi Maudy. Harry terkesiap mengetahui Maudy disini, yang katanya memberontak karena panik.

Langsung saja turun motor, cepat menuju mobil dan mendorong Maudy untuk duduk lagi ketika gadis itu baru akan keluar. Bahunya ditahan dan lututnya di jepit.
"Diam disini," titah Harry.

Maudy termangu sedetik, sebelum pasang ekspresi tak bersahabat pada pria itu. "Minggir!"

"Engga, sampai lu tenang. Be calm. Olin biar gua yang urus."

"Urus? Bukannya lu puas lihat kita begini? Ini juga termasuk tujuan lu kan? Brengsek sialan! Lu udah ngejauh, lu udah ngehindar, ngapain sok pengen ngurus Olin lagi? Pergi!"

Mata Maudy nyalang penuh emosi, dan itu mengiris Harry karena dia kembali menahan tangis. Sesekali Maudy memukul agar Harry menyingkir. Lalu ketika berhenti, baru Harry menangkup wajahnya, mengunci tatapannya.

"Nanti. Lu bebas marahin gua sepuas lu, tapi nanti. Sekarang biarin gua selamatin Olin dulu. Tenang ya, jangan panik."

Terasa sekali tubuh Maudy bergetar, ketakutan dibalik emosi itu. Namun perlahan memudar seiring tatapan menenangkan Harry.

"Olin didalam," lirih Maudy tanpa sadar.

"Iya, dan gua disini. Gua bakal bawa Olin ke lu."

"Olin pasti — "

Harry mengambil sebelah tangan Maudy, dibawa ke pipi pria itu.
"Gua janji Olin baik-baik aja. Jadi lu janji juga, stay here. Gua gabisa kesana kalau lu ikut. Lu gabisa kesana Dy, Ody ga boleh." Harry menjeda. "Dengerin, tetap disini sampai Abang balik, ngerti kan?" Lanjut berbisik, "Maaf bikin situasi kayak gini lagi."

Walking Towards Me [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang