|| Untold Truth

449 86 536
                                    

Kacau yang didera, sakit yang diterima, ditambah pandangan buruk terhadapnya — bagaimana cara harus mengatasi itu?

Sejujurnya Harry ingin konflik batin nya berhenti. Tapi penyulut emosi itu terlalu membekas, di sisi lain juga masih dihantui mimpi yang mengingatkan perasaan bersalahnya.
Marah.. Merasa bersalah.. Pengkhianatan.. Korban.. 

Lalu teman-teman pengalih deritanya... Malah merusak sekolah Harry. Membuatnya babak belur dikeroyok, untuk kesalahan entah siapa yang buat.

Haha. Miris sekali, sampai lucu karena rasa sakitnya tak berasa lagi. 

Entah berapa kali Harry berharap setiap tawuran nyawanya direnggut. Niat terjun dari jembatan pun, gagal juga karena menolong seseorang kecopetan. Sial! Harapannya tidak pernah terjadi. Giliran tidak mengharapkan apa-apa, malah datang.

Kalau boleh jujur lagi, selain karena Ibu, selama ini Harry bisa bertahan karena presensi Maurin yang selalu ceria menghampirinya, mau situasi apapun tetap memandangnya sebagai Harry yang sama. Bunda gadis itu yang acapkali membelanya, sekeras pun Harry tampik, nyatanya memang membuatnya merasa baik. 
Kemudian beliau kecelakaan, Harry tidak tahu bagaimana perasaannya saat itu. Tidak mengenali reaksi dalam dirinya sendiri. Diam saja. Seperti tinggal raga yang dikendalikan perintah Ibu nya — termasuk diminta sekolah kembali.

Jadi tahu situasi lain Maudy. Jauh dari ketenangan, dihujami banyak tekanan sekalipun disokong pihak guru, jadi musuh favorit sekolah. Tentu saja, Maudy termasuk alasan Harry bertahan. Setelah jadi alasan dirinya menyimpan derita, gadis lemah itu juga yang bikin Harry ragu tiap bunuh diri.

Maudy masih lemah yang memaksa tangguh dan tenang. Tapi sialnya — dia, pola pikir dan egonya — menjengkelkan sampai bikin Harry kesal dan muak, jadi masa bodoh. Peduli amat dilindungin.

Bilang begini, tapi kendali tubuh Harry suka berkhianat. Bikin sikapnya random tanpa sadar. 
Dasarnya memang tidak tahan melihat gadis itu kesulitan.
.
.

"Tertarik jadi OSIS?" sapa sebuah suara. Harry mengerjap lalu menoleh, menggeleng singkat. "Kirain. Makanya nolak gabung genk," lanjutnya.

Mendengar genk, Harry sedikit dingin. Sejak perdananya sekolah minggu lalu, memang banyak yang menawarinya masuk genk. Dan semua Harry tolak, bahkan dari yang katanya genk pentolan sekalipun.

"Jadi ngapain liat ke arah ruang OSIS mulu? Oh! Lo kelasan Ridho kan? Berarti sekelas juga sama tuh budak OSIS cewek. Kena sial dari dia juga? Natap lo bengis banget soalnya," ujar pria itu lagi.

Wah, jadi sikap rajin Maudy yang menyebalkan dikelas, kabarnya meluas juga? Gokil sekali reputasi baik dan buruk berdampingan gitu.
"Gaada urusan sama dia," balas Harry.

"Berarti sama Andre? Wow, cool juga anak baru udah bermasalah sama ketua OSIS."

"Ketua OSIS?"

"Iya, cowok yang ngobrol disebelahnya. Si bangsat Andre." Pria itu menjeda. "Btw, senang lihat lo — lagi."

Spontan Harry mengernyit. "Lu siapa?"

"Tora, di sekolah ini ketua Crusher. Tapi hari itu, gua orang yang lo tolong pas kecopetan," balas Tora. "Pas itu lo emang bonyok dan tertekan sih, tapi masih dikenalin lah."

Sejenak Harry mengingat, lalu ber-oh pelan.

"Haha, padahal yang gua denger katanya si anak baru ramah," kekeh Tora. "Santai aja, gua bukan ngajak lo gabung genk. Paham kok, kayaknya lo punya hal buruk tentang itu."

"Gua nawarin diri. Lo pernah nolong gua, jadi kabarin aja gua kalau lo dikeroyok atau apalah kalau butuh. Mau ributin tuh si bangsat juga jadi, kebetulan dia musuh utama Crusher." Tora menepuk pundak Harry bersahabat. "Mau ngerusuhin yang lain juga bebas. Apalagi budak OSIS, semuanya sasaran crusher," tambahnya sebelum pergi.

Walking Towards Me [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang