[Chapter 22] || Jelita Nyata

554 160 812
                                    

- Jelita Nyata -
\
\

"Disini lu ternyata."

Derit kursi terdengar disebelahnya. Maudy melirik bersamaan dengan seseorang duduk, ambil posisi menumpu wajah dengan sebelah tangan, menghadapnya dan tersenyum tipis.

Maudy balas senyum sekilas, lanjut berkutat dengan aktivitasnya tadi.

"Sibuk nya.." gumam pria itu, menilik buku-buku disekeliling meja Maudy. Diambil salah satu, iseng membuka isinya.

Sementara si gadis tetap fokus, sama sekali tak terganggu.

Selang sepuluh menit, pria itu bersuara lagi. "Marah ya?"

Baru Maudy menoleh. "Buat?" Hanya sekilas.

"Yang tadi."

"Jangan bilang lu nyari gua karena masalah itu?"

Pria itu berdeham kecil.

"Yaampun Vin, apa sih? Gajelas banget," cibirnya setengah mengekeh.

Pagi saat rapat OSIS, Kevin menegur keras ditengah rapat karena proposal bikin Maudy kacau, sampai anggota lain bungkam karena ini pertama kali Maudy cacat kinerja.

Padahal ia tak mempermasalahkan, karena memang dirinya salah dan Kevin profesional sebagai ketua — tapi pria itu malah menghampiri ke perpustakaan, pukul 3 sore ini ketika semua orang harusnya sudah pulang.

"Gaenak sumpah, lu banyak kontribusinya selama ini. Cuma karena satu salah, gua terpaksa ngebentak," jelas Kevin.

"Bagus itu, namanya ketua," sahut Maudy. Membuka buku lain.

"Padahal gua paham situasi lu," katanya. "Lu pasti kewalahan sama persiapan lomba karena proker camping kita ini."

"Gajadi masalah. Masih bisa keatur." Harusnya, kalau saja ia tidak terserang gangguan fokus.

Kevin menatap setiap gerik Maudy. Bagaimana manik mata gadis itu aktif menyusuri tulisan, bibir komat kamit teratur, tangan menulis di lembar folio. Semua bergerak bersamaan, bikin pria itu speechless.

Maudy masih menakjubkan sebagai pelajar, tapi orang lain mana peduli terlebih sejak kabar pacaran. Pagi tadi saja, anggota OSIS banyak mencibir kesalahan Maudy dibelakang akibat hal itu.

"Belum aja gua tarifin biaya ngelihatin gua," gurau Maudy tanpa alihkan pandangan.

Kevin tertawa. "Kirain jadi ketua dapet kebijakan gratis natap lu. Ternyata yang begitu cuma berlaku di kak Andre."

Maudy berhenti nulis, ambil sesuatu dari tasnya. "Nih, revisi proposal."

"Wih, gercep. Kapan revisinya?"

"Rahasia negara," balasnya enteng. Merapihkan peralatan belajarnya ke dalam tas.

Tidak sampai 2 menit Kevin memeriksa proposal. Tidak sadar, Maudy berhasil mengalihkan percakapan.
Tapi dia malah membawa ke percakapan baru, yang lagi-lagi bikin Maudy menegang.

"Lu mau tau Dy, tiap gua konsul OSIS ke kak Andre, dia suka bilang kalau gua ketua paling beruntung. Alasannya, karena punya sekretaris kayak lu. Perfeksionis waktu, ide, rencana.. Dan dia sering bilang, siapapun bangga punya lu. Gua paham maksudnya sekarang."

Kevin mengacungkan proposal sekilas sebelum dimasukkan ke tasnya sendiri. "Maaf ya, tadi bentak lu," lanjutnya.

Maudy mengangguk kecil. Beranjak dengan buku-buku perpustakaan untuk dikembalikan ke rak. Meski berusaha mindset diri untuk tidak masalah, ia tak menampik kendali hati nya kacau lagi.

Walking Towards Me [COMPLETED]Where stories live. Discover now