35. Semoga Beruntung

551 42 6
                                    

Sara mengerjakan ujian nasional di rumah sakit. Di kamar rawat yang tidak lebih luas dibanding kamar Aksa. Didampingi dua orang pengawas yang dikirim dari dinas pendidikan, juga seorang Ibu Polwan mengingat statusnya sebagai saksi dalam peristiwa kecelakaan dan kasus narkoba yang menimpa Dani.

Aksa tahu menjalani proses hukum adalah hal terakhir yang diinginkan Sara saat ini. Ujian nasional, trauma kecelekaan, dan retak di tulang kakinya sudah cukup merepotkan. Dicecar pertanyaan-pertanyaan penyidik pasti membuat Sara semakin lelah dan sakit.

Kepada orang tuanya, Sara berkata tak ingin menuntut apa pun kepada Dani. Biar semuanya cepat selesai. Menjalani persidangan sama halnya menggaruki luka-luka dan membuatnya tak sembuh-sembuh.

Aksa tak sepenuhnya setuju, sebab Dani seharusnya berada selama mungkin di balik jeruji. Harus ada faktor yang membuat uang-uang orang tuanya tak mampu berbuat banyak kali ini. Namun, melihat Sara yang tetap gigih mempersiapkan ujian nasional, memaksa Aksa mengerti. Pada akhirnya, ini bukan soal Aksa. Bukan soal Dani. Bukan soal dendam dan kebencian di antara mereka. Ini, soal Sara dan perlawanannya. Sara dan caranya melanjutkan hidup. Sara dan upayanya untuk bertahan.

Pada hari terakhir ujian kali ini, Aksa mampir ke toko bunga Thalita. Ia hendak membeli Anyelir merah. Sara tak pernah mengatakan jenis bunga kesukaannya. Namun, gadis itu pernah memuji nama kakak perempuan Aksa yang meminjam nama salah satu jenis bunga tersebut.

Ketika Aksa sampai, Thalita sendiri yang melayaninya. Gadis itu sudah mengetahui soal Sara dan Dani.

"Gue nggak nyangka kabar soal kecelakaan itu udah menyebar secepat ini."

Thalita melilitkan seuntai pita merah muda di ujung buket. "Sebenernya, nggak secepat itu juga. Gue kebetulan tahu dari beberapa temen gue di SMA Pelita."

"Kalo boleh tahu, apa lo lega Dani akhirnya ditahan?"

Thalita tak langsung menjawab. Ia menyodorkan kartu ucapan di bawah hidung Aksa dan bertanya apa yang harus ia tuliskan di sana.

"Selamat udah selesai UN?"

Thalita menyiku rusuk Aksa. "Cheesy banget sih."

Gadis itu pun membubuhkan tulisan lain di kartu ucapan. You did a great job. Now, let the universe works the best for you. Itu, bukannya lebih cheesy?

"Tha?"

Thalita menutup batang pulpen dan memainkannya dengan jemari. "Mungkin, lebih tepatnya gue lega karena akhirnya orang-orang tahu siapa Dani yang sebenernya. Supaya nggak akan ada lagi cewek-cewek kayak gue dan Sara."

"Gue udah lama selesai dengan keinginan untuk masukin Dani ke penjara, Sa. Toh, ketika dia bilang, dia nggak sengaja bikin gue keguguran, itu bener. Gue emang belum kasih tahu kalo gue hamil karena gue sendiri kebingungan. Waktu itu, dia cuma lagi ngelampiasin kemarahannya—dengan mukulin gue. Hal-hal yang dulunya gue anggap biasa dan pantes gue dapetin," lanjut Thalita dengan suara gemetar.

Aksa meremas salah satu bahu Thalita. Menatapnya dengan seluruh kekaguman yang ia punya. Meski, itu mungkin tak akan cukup untuk melipur kesedihan yang mengkristal di dalam benaknya.

Thalita tak suka dikasihani, sehingga gadis itu cepat-cepat mendorong Aksa menjauh. "Udah ah, buruan ke rumah sakit sana. Katanya, nggak sabar pengen cepet-cepet ketemu Sara."

Aksa berusaha keras tidak terpengaruh dengan nada menggoda yang diucapkan Thalita barusan. Apa perasaannya terlalu kentara?

"Jadinya berapa, Ta?"

AKSARA [END]Where stories live. Discover now