3. Membagi Cerita

2.8K 247 88
                                    

Masalah yang menyeret April ke meja keramat Pak Prayoga jauh lebih sederhana daripada milik Aksa. Namun, membuahkan resiko sama peliknya. Bulan lalu, April mendapatkan menstruasi lebih awal daripada bulan-bulan biasanya. Gadis itu tak sempat menyiapkan pembalut ataupun rok pengganti. Sehingga ketika melihat bercak merah di bangkunya, April pun diserang panik.

Gladies mengelus bahu April ringan. Sorot matanya yang lembut seolah berkata bahwa menstruasi dadakan adalah hal biasa, tidak semengerikan kuis dadakan atau teledor meninggalkan buku PR di rumah. "Gue temenin ke kamar mandi, yuk!"

Setelah mengantongi izin dari guru yang sedang mengajar, keduanya pun meninggalkan kelas. Gladies menawarkan diri untuk meminjamkan rok pengganti di TU, sementara April membeli pembalut ke koperasi. Dua tempat itu berlawanan arah, sehingga mereka berjanji untuk langsung bertemu di kamar mandi siswa begitu selesai membereskan tugas masing-masing.

April selesai lebih dulu dan ia mendapati kamar mandi siswa penuh dengan antrean murid-murid kelas sepuluh yang baru menyelesaikan olahraga. Aroma keringat pubertas yang pekat hasil dari lari-lari dan berjemur di lapangan basket membuat April semakin pusing.

Maka, April mengetik pesan kepada Gladies untuk bertemu di kamar mandi guru yang hanya selisih satu ruang dari kamar mandi siswa. Kamar mandi guru jauh lebih bersih, terawat, dan sebetulnya ilegal untuk dipakai selain staf sekolah.

Tak apa-apa. April meyakinkan diri bahwa kali itu adalah hal darurat.

Sialnya, pelanggaran itu terjadi langsung di depan Pak Prayoga. April masih ingat dengan jelas Pak Prayoga yang mengkritisi jejak sepatu April dan Gladies di lantai kamar mandi, air yang dipakai April untuk membersihkan diri, sampai sindiran-sindiran seksis tentang menstruasi.

"Halah cuma menstruasi aja ngakunya pusing dan lemas. Kalo masih bisa berdiri, berarti masih bisa ngantre! Nggak mungkin sampai pingsan."

Marsya, teman sekelas April dan Gladies pernah diopname karena menstruasi. Mama April pernah pingsan karena menstruasi. Gladies harus rutin minum jamu super pahit setiap bulan demi meredakan kram perut yang datang bersamaan dengan menstruasi. Meski tidak sampai menderita keluhan-keluhan itu, April tahu Pak Prayoga tidak cuma sedang menyakitinya seorang, melainkan seluruh perempuan yang harus menanggung sakit karena menstruasi.

April tidak ingat jelas apa saja yang ia katakan untuk membalas Pak Prayoga. Sebab ia berkata banyak sekali dan nyaris tanpa kendali. Dorongan hormon memengaruhinya begitu deras saat itu. Surat panggilan orang tua sudah nyaris dikirim ke rumah April, kalau saja wali kelasnya tidak memihaknya.

Mediasi kemudian digelar. Gladies sebagai saksi yang memihak April. Sedangkan Pak Prayoga jumawa tanpa dukungan siapa pun. Barangkali guru-guru lainnya juga telah bosan terus menerus melihat Pak Prayoga menyeret satu persatu siswa ke bawah tiang hukuman. Lalu, diputuskan bahwa April melanggar peraturan karena alasan darurat sehingga bisa dimaafkan. Pak Prayoga bersedia mengampuni asal April meminta maaf sambil mencium tangannya.

April bergidik ketika mereka ulang prosesi cium tangan dengan Pak Prayoga. Sementara Aksa tertawa sampai hampir memercikkan sari jeruk dari mulutnya. Saat itu, mereka masih kelas sebelas. Kelak, ketika disatukan dalam kelas yang sama dan berbagi tempat duduk, mereka akan mensyukuri momen itu melebihi rasa syukur terhadap apa pun—momen saat keputusan untuk saling membagi cerita itu dibuat.

Aksa pikir, kali pertama mereka bertemu di selasar depan kamar mandi dan April mengulurkan bantuan untukknya akan jadi yang terakhir. Tidak akan ada lagi kali berikutnya, tidak ada yang berlanjut, tak ada yang berkembang, sebab relasi itu harusnya dibiarkan mati tanpa sempat benar-benar hidup.

AKSARA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang