13. Tanpa Pilihan

1.4K 140 10
                                    

Aksa sudah akan meninggalkan semuanya di belakang. Seperti permintaan maafnya kemarin. Ia akan berpura-pura tidak pernah mengenal Sara, tidak pernah menjalin persahabatan dengannya, tidak memiliki apa-apa yang patut dikenang mengenai Sara.

Sara adalah anak baru dari kelas sebelah yang kebetulan secantik Sissy Pricillia. Itu saja. Hingga, satu malam, Febri datang terlambat ke lapangan futsal yang telah mereka pesan sehari sebelumnya. Aksa, Aldi, Soni, dan enam cowok lainnya dari kelas yang sama itu sudah menyelesaikan satu babak. Menepi ke luar batas lapangan untuk mencuri napas dan mengeringkan keringat sebelum menginisiasi babak kedua.

Risik suara keresek terdengar saat cowok-cowok itu berlomba mengeluarkan botol-botol minuman dingin. Sementara Aksa menyempatkan diri mengeluarkan ponsel dari tas sekolahnya. Mengetik pesan untuk April. Sekadar mengabari bahwa untuk beberapa jam ke depan tidak bisa aktif berkirim pesan.

Sedetik setelah memasukkan PIN layarnya, sederetan pesan April lebih dulu muncul. Isinya berupa daftar pekerjaan rumah dan jadwal bimbingan intensif terbaru. Aksa tersenyum kecil. Lalu bergabung dengan teman-temannya yang duduk melingkar sambil saling meluruskan kaki.

Aksa baru saja meletakkan bokongnya di atas rumput sintetis itu ketika Febri muncul dari pintu depan. Lalu menyelinap di antara dinding kawat. Nafasnya pendek-pendek dan jersei Barcelona yang ia kenakan kusut.

"Gue kira lo lagi rapat saham makanya nggak jadi ikut." Sarkasme Soni menyambut kedatangan Febri. Muka cowok itu kontan memerah ketika yang lainnya memberi koor mengejek.

"Tenang-tenang! Gue bisa jelasin."

Febri melipat kaki di samping Aksa. "Ada urusan urgent banget tadi."

Aldi melirik Febri sengit. Lalu, ponselnya tiba-tiba meluncur ke tengah lingkaran.

"Urusan urgent-nya Febri, tuh!"

Cowok-cowok itu serentak merunduk untuk melihat apa yang terpapar di layar ponsel Aldi. Aksa terlambat sepersekian detik sehingga hanya kedapatan mengintip melalui celah sempit di antara bahu Soni dan kepala Tio. Namun, Aksa masih bisa membaca dengan jelas tulisan kecil-kecil di sudut atas layar gawai Aldi; @Milakumala02. Dan, dua potong tiket bioskop yang difoto miring.

"Anjai, lebih penting ngebucin ternyata daripada nepatin janji main futsal, sodara-sodara!" Hardikan itu datang dari Tio.

"Gue nggak bucin!" Febri membela diri. Wajahnya tampak seperti perpaduan merah pekat dan ungu.

"Gue ketahuan minta nomor WhatsApp-nya Sara kemarin. Mila ngamuk sampe ngancem putus."

"Ya, itu namanya bucin!"

Tak terima dengan perkataan Aldi, Febri membalas sewot. "Orang nggak pernah pacaran mana ngerti!"

Pembelaan untuk Aldi datang seperti air bah. Sadar dirinya tersudut. Febri segera mengeset default-nya yang biasa. Febri being Febri. Seseorang yang selalu selangkah lebih di depan untuk urusan kabar terbaru di sekolah.

"Sara sama Dani beneran pacaran!"

Sari buah yang baru sampai di tenggorokan Aksa tersembur lagi keluar. Sebagian melesat ke saluran hidung dan membuatnya terbatuk-batuk hebat. Cowok-cowok itu terkejut dengan kabar dari Febri, tetapi lebih terkejut dengan reaksi Aksa yang berlebihan.

"Tau darimana?" tanya Aksa begitu batuk-batuknya mereda. Mengabaikan tatapan-tatapan menyelidik yang ditujukan untuknya.

"Tadi, nggak sengaja ketemu di bioskop."

AKSARA [END]Where stories live. Discover now