Subject 12

4K 659 153
                                    

Terima kasih untuk kalian yang nggak jadi silent reader😊 Jangan sungkan untuk meninggalkan jejak komentar, kritik, dan saran karena sangat penting untuk penulis🙏

Tandai typo, ya!

Selamat membaca!^^

***

Magisnya untaian kata dalam rangkainya menjadi sebuah tulisan. Sesederhana itu mencipta banyak kebahagiaan, kekhawatiran, kesedihan, kemarahan, dan banyak hal lainnya. Sama seperti rangkai kata-kata yang tercipta dalam buku cerita, awal mula Reiga menambatkan hatinya untuk Kala juga begitu sederhana.

Dimulai dari perkenalan yang sangat tidak keren, dengan Kala yang tiba-tiba menghadangnya dengan sangat tidak sopan saat ia sedang terburu. Tiba-tiba menyodorkan lengan dan mengajak berjabat tangan. Lalu dengan percaya diri mengajaknya berkenalan.

Saat itu, Reiga menanggapi dengan kekesalan yang tertahan karena ulah perempuan yang kelebihan kepercayaan diri itu dan terlebih karena senyum sumir yang terukir di bibirnya membuat Reiga mau-mau saja dimintai alamat email.

Baru setelah berpisah, beberapa jam kemudian, Reiga menyadari kalau perempuan yang mengenalkan dirinya atas nama Kala itu sungguh aneh. Biasanya orang akan meminta nomor telepon atau pin BB—yang masih cukup nge-trend di tahun-tahun itu. Dalam keheranan itu Reiga tak sadar sudah tersenyum geli. Mungkin itu satu-satunya cara agar perempuan itu mendapat akses untuk berkomunikasi dengannya. Atau hanya sekadar iseng menanyai orang yang kebetulan bertemu muka dengannya. Tentu Reiga tidak berharap banyak walaupun perempuan itu jelas mengatakan kalau dirinya yang akan mencipta temu alih-alih menunggu temu itu kembali datang.

Kejadian aneh itu tidak terlalu Reiga pusingkan. Fokusnya masih tetap pada pekerjaan yang mulai menggunung. Meski ia baru pemula di dunia kejaksaan, namun tidak lantas membuat dirinya bisa ongkang-ongkang kaki seenaknya. Setiap hari ada ribuan kasus yang masuk. Dan ia menjadi satu di antara ribuan penegak hukum di negara ini yang harus bekerja keras untuk memperjuangkan keadilan. Lalu, detik yang melaju cepat pun berganti menjadi menit. Menit yang perlahan berganti jam. Dan hitungan jam itu pun berganti menjadi hari. Lalu hari-hari itu berganti melaju dan menuju minggu.

Hidup Reiga cukup sesak dengan bertumpuk-tumpuk berkas perkara di meja. Dan juga, di mana-mana matanya memandang hanya berbendel-bendel kertas putih itu yang tertangkap mata.

Lalu satu email itu datang di sore hari saat matahari sudah hampir kembali ke peraduan. Email ajakan kencan dari Kala yang begitu formal. Seperti undangan-undangan yang ia terima dari beberapa pihak universitas saat memintanya untuk mengisi acara yang digelar di Fakultas Hukum. Benar-benar lucu.

"Kamu nggak punya pacar, kan? Aku juga nggak punya. Kita jadian aja, ya?"

"Kamu jangan seenaknya ngomong gitu!"

"Seenaknya gimana? Aku serius, kok! Kamu pikir selama ini aku deketin kamu karena apa? Jelas karena aku niat pedekate sama kamu, Ga! Nggak ada alasan lain."

"Bukannya cuma karena kamu mau memastikan kalau aku bukan antek parpol?"

"Itu salah satunya! Kan udah terbukti kalau kamu bukan antek parpol. Alasan yang pertama bukan itu, tapi aku beneran suka sama kamu."

"Kamu yakin?"

"Why not? Perasaanku jelas, kok. Kamu juga mulai tertarik sama aku, kan?"

Semudah itu ia menjalin hubungan dengan Kala setelah kencan yang entah ke berapa. Yang jelas hanya terhitung sekian bulan bagi Reiga untuk mempersilakan Kala masuk dengan membuka pintu hatinya lebar-lebar. Lalu bodohnya ia, ia membiarkan Kala yang menutup pintu itu dan membawa serta kuncinya. Hingga Reiga lupa untuk memintanya kembali. Atau lebih tepatnya Reiga tidak akan pernah meminta apalagi menerima kunci pintu itu walaupun Kala mengembalikannya sekarang. Tidak akan pernah ada masa itu. Sebab cukup seorang Kala saja yang menetap di sana. Ia tidak mau Kala keluar dari sana dan meninggalkan lubang menganga yang akan sulit untuk ditambal.

WALKING DISASTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang