Subject 21

3.7K 488 154
                                    

Halo! Jumpa lagi dengan Reiga dan Kala!

Tolong tandai typo ya, guys! Aku kemarin sempat baca ulang sekilas dari bab awal dan ternyata typo-nya banyak banget😂

Selamat membaca!

***

Kala dan Reiga duduk bersila, saling berhadapan di lantai yang beralaskan karpet di ruang tengah. Mereka berdua baru saja selesai makan malamㅡyang sempat diawali dengan drama karena Kala yang tidak sengaja memecahkan piring. Kesalahan ada di pihak Reiga karena laki-laki itu tiba-tiba muncul di belakang Kala dan memeluk wanita itu seenaknya. Kala yang terlalu kaget tidak sengaja melepaskan piring dari genggamannya dan dalam sepersekian detik piring itu meluncur jatuh menghantam lantai. Pecahan kecilnya terlempar, menggores punggung kaki Kala hingga berdarah. Untung saja lukanya tidak terlalu dalam.

Dan sekarang ini adalah sesi pengakuan dosa serta pemberedelan kebohongan-kebohongan yang sudah Kala lakukan selama beberapa minggu terakhir. Kala duduk dengan tegang, sementara Reiga tampak santai menopangkan siku di sofaㅡyang berada di sebelah merekaㅡuntuk menyangga kepalanya. LED TV yang berjarak dua meter dari posisi mereka dibiarkan menyala dengan suara kecil.

Sudah lima menit berlalu, tetapi Kala masih belum buka suara. Tangannya sibuk menyentuh punggung kakinya yang tertutup plester.

"Kakinya masih perih? Mau ke dokter aja?"

Kala mengangkat kepala dan bersitatap dengan mata Reiga yang terbingkai kacamata. "Nggak mau. Nanti kalo dokternya nyaranin buat amputasi gimana?"

Tawa kecil lolos dari bibir Reiga. "Kenapa jadi lebay gitu? Aneh kamu."

"Kamu yang aneh. Ini cuma kegores kecil, nggak perlu dokter."

Reiga menyerah. "Ya udah, sekarang cerita, ya." Laki-laki itu menyentil kening Kala dengan gemas. "Jadi, pengakuan dosa kamu ada di level biasa, sedang, atau parah banget?"

Kala menggigit bibir. "Di antara sedang dan parah banget, kayaknya."

Tangan Reiga yang bebas menyentuh rambut Kala yang jatuh ke pipi, menyilanya ke belakang telinga. "Breathe, Kalandra. Kenapa tegang banget? Aku nggak ngapa-ngapain kamu padahal," candanya.

Kala mengabaikan itu. "Kamu nanti berhak marah. Kamu boleh memilih buat nggak sama aku lagi setelah ini," Kala tercekat, "tapi tolong dengarkan sampai selesai. Jangan disela, oke?"

Reiga tidak menjawab. Hanya memaku tatapan Kala agar tidak beralih menatap hal lain. Sementara itu tangannya tidak mau lepas dari wajah Kala, mengelus pipi yang tampak tirus dari yang terakhir kali ia lihat itu dengan sayang.

"Aku mau cerita tentang laki-laki yang selama ini ngejar aku sejak tahun lalu," buka Kala mengawali sesi pengakuan dosanya. Wanita itu meniti wajah Reiga yang masih tidak menampilkan ekspresi apa-apa. "Seperti yang udah kamu tahu, dia rutin kirim pesan yang flirty, beberapa kali beliin aku kopi dan sering ngajakin hang out di luar jam kerja. Selama setahun ini aku nggak pernah ngewaro. I mean, dia atasanku, dan aku selalu coba batasi interaksiku sama dia. Di kantor pun aku cuma ngobrol sama dia tentang kerjaan. Selama di luar kantor aku nggak pernah mau ketemu dia sama sekali. Ajakan hang out selalu aku tolak meski dia bilang perginya nggak cuma berdua.

"Waktu dia nyamperin aku di apartemen itu juga baru pertama kali dia senekat itu. I'm so sorry about that, karena aku malah marahnya sama kamu. Waktu itu, kukira dengan begitu kamu akan ngelepasin aku pergi. Jadi aku sengaja ... aku sengaja nyakitin kamu."

Perubahan ekspresi di wajah Reiga tak luput dari perhatian Kala. "Kamu beneran nggak pernah keluar berdua sama dia, kan?"

Tidak salah kalau Reiga menyebut ini pengakuan dosa karena ini memang terjadi karena dari awal Kala tidak mau terbuka. Kala rasanya memikul dosa yang berat. Kalau saja sejak awal membiarkan Reiga tahu siapa yang tengah mendekatinya, situasinya tidak akan menjadi rumit begini. Namun, Kala mana tahu kalau laki-laki itu ternyata bejatnya tidak kira-kira?

WALKING DISASTERWhere stories live. Discover now