Subject 28

3.5K 510 67
                                    

Halo, maaf baru sempat update. Masih belum bosan dengan cerita ini kan?😆

Selamat membaca^^

***

Tubuh Reiga meluruh hingga terduduk di lantai. Punggungnya yang selalu tegak dan kokoh itu terkulai. Ia bahkan belum memulai apa-apa, namun sudah merasa kalah oleh Farengga.

Bukan ... bukan karena kelicikan dan kebusukannya. Melainkan karena ia telah gagal melindungi Kala dari predator seks bajingan seperti Farengga, di saat ia selalu merasa yakin bahwa Kala aman bersamanya. Namun, sekarang apa? Ia merasa menjadi pecundang yang sibuk mencari keadilan untuk orang-orang yang bahkan tidak ia kenal. Sementara ia meninggalkan Kala di belakangnya. Sendirian dalam keputusasaan. Ia merasa tidak ada harganya lagi.

Sekuat apa pun ia menahan air matanya, akhirnya merebak juga. Tubuhnya bergetar menahan isakan yang pilu. Bukan salah Kala kalau wanita itu pernah memilih untuk lepas dari Reiga. Buat apalagi bertahan kalau orang yang bersamamu tidak bisa melindungi dan memberikan rasa aman?

Namun, rasanya terlalu sakit membayangkan ia harus melepas Kala di saat kekasihnya itu butuh pegangan dan support yang besar dari orang-orang terdekatnya.

Entah sudah berapa lama, Reiga terpekur setelah tangis yang sebentar namun mengacaukan pertahanan. Dalam temaram cahaya yang berasal dari lampu kecil di meja itu, tatap mata Reiga menerawang jauh. Memori di kepalanya tersesaki oleh hari-hari bahagianya dengan Kala.

Empat tahun yang tenang. Empat tahun yang menyenangkan dan membahagiakan. Siapa yang menyangka akan datang badai sebesar ini dan menghantamnya hingga hampir karam?

Suara derit pintu yang terbuka tidak membuat Reiga bergerak dari posisinya. Ia sedang tidak punya tenaga untuk bersandiwara dan pencitraan demi menjaga wibawa. Semua itu tidak penting lagi karena harga dirinya bahkan sudah hancur saat seseorang yang dikasihinya dihancurkan manusia keji.

"Bener tebakan gue kalau lo ngurung diri di kantor."

Ternyata memang tidak perlu menyembunyikan apa-apa. Karena yang datang adalah Sena.

"Lo bawa bir?"

Sena terkekeh geli. Apalagi melihat kondisi Reiga yang berantakan seperti sekarang terlihat begitu lucu. "Anak soleh nggak boleh ngebir." Ya, tentu saja itu hanya candaan. Reiga tidak sealim itu. Sena menyodorkan plastik putih berisi berkaleng-kaleng soda. "Nih, lo bolehnya mabuk soda."

Reiga menerima tanpa protes lalu dilihatnya Sena juga ikut duduk di lantai, bersandar di kaki meja kerjanya yang berada di dekat pintu.

"Apa salah kalau gue pengen ngebunuh dia?" geram Reiga tiba-tiba.

Geraman itu terdengar menakutkan. Kemarahan dalam diri Reiga berkobar. Kalau bisa, ya, seandainya bisa. Ia pasti sudah menemui Farengga yang terkurung di dalam sel dan membunuhnya secara langsung.

"Nggak salah, sih, tapi setelah bunuh dia, lo yakin masih bisa menghadapi Kala? Mau bilang apa sama dia? Yang seharusnya paling ingin bunuh laki-laki bajingan itu dan ngirim dia ke neraka adalah Kala. Bukan lo. Tapi dia nggak ngelakuin itu, kan?"

Padahal belum sampai satu menit Sena mendudukkan bokong, tetapi langsung tersulut emosi hanya karena ucapan Reiga yang belum tentu diwujudkan. Ini karena Sena marah pada keadaan dan juga ikut bersedih karena kejadian mengerikan ini terjadi pada kekasih sahabatnya. "Lo nggak akan jadi pahlawan kalau cuma demi ngasih makan amarah. Man up, bro!"

Detik selanjutnya, Reiga tertegun. Bahkan sekarang pun ia tidak bisa menghadapi Kala. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Bukankah dia juga sama bajingannya dengan Farengga? Ia ingat jelas, hari itu, sehari setelah tahun baru, ia menghabiskan harinya dengan Kala. Ia tahu ... Kala sedang tidak baik-baik saja saat itu. Namun, apa yang dilakukan Reiga? Dia hanya memikirkan hasrat dan gairahㅡmeski pada akhirnya tidak melakukan apa-apa. Benar-benar menjijikkan. Tidak ada bedanya. Kelakuannya pun juga  seperti sampah.

WALKING DISASTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang