Chapter 34

7.9K 632 56
                                    

( Anne's Pov )

Apakah memiliki keluarga adalah kesalahan untukku?

Aku memang tidak rela dan terkadang merasa marah karena Tuhan merebut Ayah dan Ibu dariku. Namun hal itu selalu kusangkal begitu mengingat bahwa Tuhan masih baik dan menyayangiku karena Ia memberikanku seorang kakak impian semua orang--kakak lelaki yang begitu melindungi dan menyayangi adiknya. Seperti Niall.

Tapi aku kembali membenci kenyataan ketika Tuhan merebut Niall dariku.

Aku memang tidak tahu bagaimana keadaan Niall sekarang.

Apakah dia masih hidup atau tidak?

Tapi yang jelas, Tuhan seakan enggan melihatku bahagia memiliki keluarga. Hanya seorang kakak. Hanya seorang keluargaku di dunia ini dan Dia merebutnya dariku.

Ya Tuhan.

Kenapa kau begitu kejam ...?

Hanya satu permintaanku.

Kembalikanlah keluargaku padaku.

Aku ingin Niall kembali.

Aku ingin Ayah dan Ibu hidup kembali walaupun kutahu itu sangat mustahil.

Aku ingin semua keluargaku kembali.

Tanpa mereka, aku rapuh.

Aku lemah.

Aku tidak berdaya.

Biarkan aku menemui mereka. Sekali saja ...

...

"Anne ...?"

Aku tersadar dari tidur singkatku. Menyadari Mrs.White yang berdiri di samping mejaku dengan ekspresi khawatir. Sedangkan teman-teman sekelasku memerhatikanku dengan tatapan heran dan simpati yang membuatku muak.

Kutegakkan posisi dudukku, "maaf, saya ..." gumamku sembari megusap kedua mataku.

Aku tertegun saat Mrs.White meletakkan punggung tangannya di dahiku. Lalu ekspresinya berubah, "Miss Corby, aku mengizinkanmu agar beristirahat di Ruang Kesehatan."

"Ta-tapi ..." aku menatapnya ragu. Kuraba dahiku sendiri yang suhunya agak panas.

Sebenarnya sejak Niall menghilang kondisi tubuhku terus melemah. Karena aku sejak hari itu aku jarang makan. Kalaupun dipaksa Greyson, Zayn dan Barbara aku hanya sanggup menelan dua sendok nasi. Setiap malam aku tidak bisa tidur karena mengingat bahwa aku sekarang hanyalah seorang siswi SMU sebatang kara. Dan mengingat itu selalu membuatku sukses menangis. Hampir setiap malam.

Mrs.White mengusap daguku. "Dear, tegarlah. Kau tidak sendirian," bisik beliau, begitu lembut dan penuh perhatian.

Aku termenung. Tentu Mrs.White dan teman-temanku sudah tahu tentang Niall.

Tanpa berkata apapun, aku membawa buku-bukuku dan menggandeng tasku. Dengan langkah cepat aku berjalan keluar kelas. Kakiku bergerak cepat. Bukan menuju Ruang Kesehatan. Melainkan toilet di sudut lantai dua. Yang sepi dan tak pernah disinggahi siapapun.

Kulempar tasku dan buku-bukuku ke atas wastafel. Menumpu kedua tanganku diatas sana, dan tatapanku hanya tertuju ke pantulan diriku di cermin.

Penampilanku sangat kacau.

Setiap malam aku tidak bisa tidur ...

Aku memijat dahiku dengan kedua telapak tanganku. Memejamkan mataku, sebisa mungkin menahan emosi dan tangisanku yang seakan tidak pernah puas keluar hingga membuatku letih.

COUNTDOWNWhere stories live. Discover now