Chapter 31: Just Two of Us

8.5K 649 20
                                    

( Anne's Pov )

Great. Aku membunuh tiga orang sekaligus kali ini. Salahkan Hannah yang terlalu penasaran bagaimana 'cara kerja' count down-ku hingga tidak sengaja aku meledakkan sebuah truk dengan tiga orang di dalamnya (yang kebetulan melintas di depan Central Park). Bahkan aku, Greyson, Mandy, Cody dan Hannah pun nyaris mati karena ban truk yang besar terbakar itu terlempar hingga ke taman, dan hampir membuat kami mati terbakar.

"I'm a killer!"

"Anne, you're not."

"I'm. A. Fvcking. Killer."

"Wow wow. Siapa yang mengajarimu mengatakan hal seperti itu?"

Aku memutar bola mataku begitu mendengar komentar Greyson. Aku menoleh padanya yang duduk di jok pengemudi--tepatnya disebelahku. "Kau terdengar seperti Niall," sungutku kesal.

Ia diam sejenak, seperti memikirkan sesuatu. "Apa kalian sedang bertengkar?" Tanya Greyson.

"Yah," aku mendengus. "Dia tidak memberitahuku tentang penyebab kematian orang tua kami. Dia menyembunyikannya dariku. Dia selalu menganggap kalau aku masih anak kecil!"

"Anne, itu karena Niall menyayangimu. Dia tidak ingin kau sedih lagi. Dia menunggu waktu yang tepat."

"Kapan? Saat umurku 40 tahun atau bahkan aku sudah menjadi nenek dan memiliki cucu?"

Greyson memasang ekspresi datar. "Breanne, dia terlalu menyayangimu hingga menganggapmu masih anak kecil. Itulah apa yang dirasakan seorang kakak lelaki kepada adik perempuannya--setidaknya menurutku," kata Greyson bijak.

"Tidak semua seorang kakak lelaki seperti itu, Greyson."

"Maka, kau patut bersyukur bisa mendapatkan kakak seperti Niall. Bukan begitu?"

Aku menatap Greyson. Ia tengah tersenyum padaku, lalu Ia mengusap rambutku. "Kau patut bersyukur karena kau memiliki kakak yang begitu sayang dan selalu melindungimu. Apapun yang Ia lakukan, semuanya untuk kebaikanmu," ujar Greyson.

Kenapa dia begitu bijak?

Aku tidak tahu harus menjawab apa. Yang pasti aku setuju dengan ucapan Greyson. Kenapa aku terlalu buta untuk menyadari itu?

Aku segera keluar dari mobil. Aku membuka pintu, dan suasana rumah begitu gelap dan sepi. Namun aku bisa mendengar suara televisi dari ruang keluarga.

Aku berjalan menuju ruang keluarga, mendapati Niall duduk memunggungiku di atas sofa, menonton sebuah rekaman di televisi. Sekilas aku melihat wajah Ibu disana, terbaring di atas kasur. Ia tampak lelah, dan tengah memeluk seorang bayi di lengan kirinya.

Tunggu. Sepertinya bayi itu aku!

"Dia cantik sekali. Benar kan, Sienna?" Ibu melirik ke kamera, tersenyum bahagia.

Sienna? Ibu Jack?

"Cantik sekali, Sarah. Kau hebat," terdengar suara seorang wanita yang terdengar lembut dan penuh perhatian. "Kuharap anakku dan kau nanti bisa berteman baik."

Kenyataannya tidak. Malahan setiap kami berpapasan pun hampir berakhir dengan saling membunuh.

"SARAH!"

"MOMMY!"

Kamera beralih ke pintu ruang rawat, menampilkan Ayah yang datang sambil menggendong Niall kecil (kutebak umurnya baru 4 tahun). Niall tampak meronta, seperti meminta turun dari gendongan Ayah. Ayah mendudukkannya di sisi Ibu, lalu Ayah mencium dahi Ibu penuh sayang.

COUNTDOWNWhere stories live. Discover now