Chapter 2: Bad or Good?

31.5K 1.8K 43
                                    

1 year later ...

KRIIING!

Deringan bel itu masih berbunyi ketika teman-teman sekelasku mulai berteriak, menjerit, bahkan sampai melempar alat tulis dan buku mereka kesana kemari. Tingkah yang terlalu bodoh dan berlebihan karena ini baru saja jam istirahat, bukan pulang. Mereka keluar kelas mendahului guru yang kurasa juga sudah terlalu lelah untuk menghadapi kebodohan mereka yang bagiku, lebih terlihat seperti monyet kelaparan. 

Aku menunggu di dalam kelas setelah melihat dari tempat dudukku kalau kondisi koridor tidak seramai tadi. Setelahnya, aku menggandeng ranselku dan memeluk sebuah map di dadaku. Isinya adalah tugas-tugas yang belum sepenuhnya tuntas. Aku harus segera menyelesaikannya secepat mungkin, karena sebentar lagi aku akan menempati kelas-kelas baru di tahun terakhirku di SMA. Ya. Senior year.

Itu bagus karena aku sudah muak dengan teman-teman sekelasku yang sekarang.

Aku berjalan keluar kelas menuju lokerku berada. Di saat yang sama, seseorang menyenggol bahuku dengan cukup keras hingga mapku jatuh dan semua tugas di dalamnya berhamburan keluar.

Aku mendesah pelan, menahan diri untuk tidak menanggapi ini terlalu berlebihan. Tetapi, tetap saja. Siapa pun orang ini pasti bodoh karena bahkan tidak bisa berjalan dengan benar agar tidak menabrak orang lain. 

"Maafkan aku! Mari kubantu."

Selanjutnya aku sadar bahwa orang ini adalah Lee. Dia berada di kelas Kimia yang sama denganku selama dua tahun. Ia berjongkok di depanku. Dengan terburu-buru, ia memungut semua tugasku.

Kemudian, Lee mengangkat kepalanya. Ia terkejut. Kukira ia akan langsung kabur dariku seperti orang lain setiap berpapasan denganku. Nyatanya, dugaanku salah. Dia memberikan tugas-tugasku yang sudah dimasukkan ke dalam map, kemudian, tanpa sempat aku berkata-kata, ia langsung melenggang pergi.

Well, itu bagus. Setidaknya dia menolongku. Dan itu jarang.

Aku lekas menuju loker, menyimpan mapku di dalamnya sebelum mengeluarkan tiga lembar kertas, sisa tugas yang belum kukerjakan. Sepertinya aku akan meminta Mandy untuk membantuku mengerjakan ini. 

"Akhirnya! ANNE!"

Itu dia orangnya. Satu-satunya temanku di sekolah ini. Namanya Mandy, Mandy Pierre. Kami berteman baik walaupun jarang sekali mendapat kelas yang sama. 

"Haiii!" ia menyapa begitu riang. "Mau makan di kantin atau di pinggir lapangan?"

"Kau tahu jawabannya," aku menutup loker, kemudian berbalik padanya. "Aku butuh bantuanmu. Tugas tentang budaya."

Mandy mengangguk. "Ayo. Sebenarnya aku membawa banyak makanan dari rumah jadi kita tidak perlu ke kantin."

"Bagus."

Kami berdua berjalan keluar gedung dan duduk di tepi lapangan, tepatnya di bawah pohon willow. Kami berdua selalu di sini saat jam istirahat atau saat kami mendapat jam bebas.

Aku duduk menyender di pohon dan menekukkan kedua kakiku. Kukeluarkan tiga lembar tugasku, sedangkan Mandy mengeluarkan kotak bekal dan sebotol minuman lemonade dingin dari dalam tasnya.

"Aku semalam membuat fettucini. Aku tahu kau akan menyukainya," Mandy menyodorkan kotak bekalnya dan memberikanku sendok plastik. "Cobalah. Dan aku akan lihat tugasmu ini."

Aku langsung mencicipinya. "Mandy, ini lezat sekali!" komentarku senang. Aku memasukkan sesendok lagi ke dalam mulutku.

Tidak ada sahutan. Aku mendongakkan kepalaku. Mandy sedang menatapku dengan senyuman lebar.

COUNTDOWNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang