Chapter 1

34.5K 2.1K 53
                                    

12 tahun yang lalu ...

Aku duduk termenung di atas lantai, memerhatikan kakakku, Niall, yang berada di atas sofa. Ia memeluk kedua kakinya yang menekuk merapat ke dada, nafasnya tersengal-sengal, dan dia menangis. Aku turut sedih melihatnya. 

Awalnya aku ragu untuk mendekatinya. Tetapi, aku juga tak mau melihat kakakku terus menerus sedih. Jadi, aku menghampirinya. Aku berdiri di depan sofa, "Niall ...?" aku menarik lengan bajunya pelan.

Tiba-tiba Niall mendongakkan kepalanya. Ia menghapus air matanya dengan cepat, kemudian turun dari sofa dan menggamit kedua tanganku erat.

Aku sebelumnya tidak pernah melihat Niall seperti ini. Karena dia memang tidak pernah menangis. Ia selalu tersenyum dan tertawa. Ia juga sering mengajakku bermain di taman dekat rumah jika Mom dan Dad sedang pergi, seperti sekarang ini.

Terakhir kali aku melihat Mom dan Dad adalah sore tadi. Mom memakai dress hitam cantik dan Dad memakai setelan jas yang keren. Mereka bilang padaku kalau mereka ada misi. Entah apa maksud mereka apa, aku tidak mengerti.

Akan tetapi, sejak itu Mom dan Dad tidak kunjung pulang. Padahal mereka tidak pernah pergi selama ini. 

"Anne ... dengarkan Niall, ya," pipi Niall yang pucat itu basah karena air mata. Ia menangkup kedua pipiku. "Mulai sekarang, kita tinggal di rumah Bibi Sisca."

Aku spontan menolak. "Bibi Sisca itu jahat! Niall ingat tidak, Bibi pernah membuang kertas gambar Anne dan Niall!" gertakku sebal. Aku tetap mencoba menyangkal walaupun agak sulit karena cara bicaraku masih agak cadel. "Dia juga pernah mengurung kita berdua di gudang saat Mom dan Dad pergi bekerja!"

Kakakku itu tersenyum masam. "Tenang saja! Setelah Niall lulus SMA nanti, kita tinggal lagi di rumah ini, tinggal berdua aja!" hibur Niall.

"Berapa tahun lagi Niall?"

Niall menghitung jarinya. "Sekarang umur Niall 8 tahun ... kalau kata Mom berarti ... kurang lebih 9 tahun lagi!"

Aku ingin menolak. Lagi pula, aku masih bingung kenapa kami harus tinggal bersama Bibi Sisca. Aku bingung kenapa Mom dan Dad tak kunjung pulang ke rumah. Akan tetapi, melihat kondisi Niall, aku mau tak mau mengiyakan. Aku tersenyum padanya. Lagi pula, aku yakin, selama aku bersama Niall, aku akan baik-baik saja. Dan dia akan selalu melindungiku seperti biasanya.

***

11 tahun kemudian, tepat di hari ulang tahunku yang ke-15 (satu tahun yang lalu), aku menyadari kalau aku mempunyai kemampuan aneh. Ini terjadi ketika aku dan kakakku akan pindah dari rumah Bibi Sisca ke rumah lama kami. 

Aku tengah menarik koperku keluar dari kamarku. Bukan kamar yang layak. Sebenarnya kamarku di loteng rumah Bibi Sisca, sedangkan Niall tepat di bawah tangga. Jadi selama 11 tahun mengurusku dan Niall, kutahu sebenarnya dia tidak ikhlas.

"Anne!" Niall berdiri di depan tangga dengan wajah sumringah. "Kau siap?"

"Tentu!" sorakku gembira. Akhirnya setelah sekian lama aku dan Niall akan pergi dari rumah ini!

Aku dengan hati-hati menuruni tangga sambil menarik koperku. Niall kemudian membawa koperku dan miliknya ke halaman rumah.

"Aduh!" kudengar Niall berteriak kesal dari teras rumah. "Anne!"

"Ya?!" aku balas berteriak seraya memakai sepatuku.

"Bisa kau ambilkan kunci mobil di kamarku? Aku lupa mengambilnya!"

Kebiasaan! Niall memang pelupa!

Mau tidak mau aku masuk ke kamarnya yang sempit di bawah tangga. Aku membuka laci meja di sebelah kasur. Kosong. Padahal biasanya Niall menyimpan kunci mobilnya disitu.

COUNTDOWNWhere stories live. Discover now