Chapter 40: Destiny

8K 717 132
                                    

Badai yang ditimbulkan Fransisca perlahan mereda saat Ia melihat Niall berdiri disana, melindungi kelima remaja incarannya. "Bagaimana kau bisa keluar?!" teriak Fransisca marah bercampur kaget.

Rahang Niall mengeras. Ia menahan emosinya yang ingin meledak-ledak. "Jadi selama ini Barbara itu kau, terkutuk?! Kuharap nanti kau terbakar di neraka!" jerit Niall tak karuan. Ia berteriak keras hingga suaranya terdengar serak.

Fransisca tertawa remeh. "Masa bodoh. Lagi pula aku tidak akan mati sekarang!" balasnya angkuh. Dengan sekali gerakan di kedua tangannya, ratusan pecahan kaca yang berserakan di pinggir jalan melayang dan segera menyerang keenam orang itu--Niall, Mandy, Hannah, Anne, Cody dan Greyson. Namun Mandy langsung maju ke depan, melindunginya dan kelima orang lainnya dengan perisai tak terlihat miliknya.

"Bagaimana cara membunuh Fransisca?" seru Mandy.

"Mana kutahu!" sahut Hannah panik.

Anne merentangkan kedua tangannya ke depan, mendorong tubuh Fransisca dengan telekinesisnya hingga wanita itu terpental ke belakang beberapa meter dan masuk ke sebuah cafe yang keadaannya sudah rusak. Ia menghela nafas lega. Setidaknya dengan melakukan itu Ia bisa mengulur waktu.

"Anne."

Anne menoleh, agak tersentak saat Niall tiba-tiba memeluknya erat. Sangat erat hingga Anne mulai merasa sulit bernafas. "Niall!" seru Anne setengah kesakitan, tapi Ia tidak bisa bohong kalau Ia gembira karena kakaknya kembali dalam keadaan baik-baik saja--walaupun secara penampilan tidak. Lengannya banyak bekas luka kering, kemeja putihnya sobek hingga dada bidangnya agak terekspos, juga rambut pirangnya acak-acakan. Ia terlihat letih, namun disaat yang bersamaan, Ia marah.

Dia masih tidak percaya di hari itu, saat Ia sedang bekerja seperti biasanya di kantornya, seseorang meneleponnya bahwa Anne kecelakaan. Tentu saja Niall panik dan tanpa curiga langsung pulang ke rumah karena katanya kekasih Anne telah mengantarnya ke sana. Namun, yang Ia dapati disana adalah Barbara. Yang langsung menghujamkan pisau tajam ke perutnya hingga berdarah, lalu membanting tubuh Niall ke segala arah layaknya boneka hingga Ia babak belur.

Dan Niall sadar di sebuah ruangan gelap. Panik bukan kepalang saat menyadari dia bukan dirumahnya. Dia tersekap dirumah itu selama berhari-hari tanpa makanan. Namun yang Ia fikirkan hanyalah Anne. Ia tidak bisa membayangkan keadaan adiknya jika tahu bahwa Ia menghilang. 

"Maafkan aku, Anne. Maaf."

Anne menggigit bibirnya. Ia tahu, kini Niall tengah menangis. Anne agak kaget saat Niall menangkup kedua pipinya, dan menatapnya dengan penuh khawatir. "Apa kau baik-baik saja selama aku tidak ada? Apa Greyson dan Zayn menjagamu dengan baik--"

"Niall!" Anne memekik kesal karena Niall terus mengoceh panik.

"Dia baik-baik saja. Lihat," ucap Greyson sembari mengusap rambut Anne. "Namun dia tidak berhenti menangis berhari-hari."

Anne menunduk, mengusap air matanya yang jatuh. Saat itu juga Niall mencium dahinya penuh sayang. "Aku tidak akan meninggalkanmu lagi," bisik Niall. "Maafkan aku, oke?"

"Ini bukan salahmu."

Niall menghela nafas berat. Ia menoleh kepada Fransisca yang kini berjalan keluar cafe dengan langkah terseok-seok. Gaunnya robek dan lengannya tampak berdarah karena goresan pecahan kaca. "Sialan. Jadi aku mencium seorang wanita tua?!"

"Well, itu lebih baik dari pada berhubungan intim," komentar Hannah kalem.

Niall tidak menjawab. Warna wajahnya malah semakin pucat.

"APA?!" jerit Anne, Mandy, Hannah, Cody dan Greyson nyaris bersamaan--dengan sangat histeris. Namun disusul dengan tawa keras dari Greyson dan Cody.

COUNTDOWNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang