➳ Rencana besar. | 10

1.6K 459 107
                                    

I hear the sound, echoes beneath. Angels and skylines meet. And I'm straining to reach the light on the surface. Light on the other side.

❞

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


.

.

.

.

.

Termenung hampa menatap kawanan burung yang pulang ke sarang. Seolah mengharap, bahwa hari esok akan lebih baik daripada kematian. Rasa rasanya Kematian lebih mudah didapatkan daripada mempertahankan kehidupan. Memutar otak agar dapat makan, rela meletihkan tubuh demi keamanan masa depan. Hidup ini selalu berputar pada kegelisan. Enggan mati, namun kebingungan untuk bertahan. Berjuang terlalu keras hingga depresi dan kewalahan. Seolah sedang melukis syurga pada kanvas kebatinan. Berangan-angan seolah memiliki akhir membahagiakan. Tak ada satupun yang berhasil menemukan kepastian saat hidupnya masih berjalan.

Lalysa menatap kosong, tak berminat untuk bicara pada siapa saja. Bahkan Rose tak berani mengusiknya.

Hari itu Kingston berduka untuk kematian Lady Kanza. Raja Austin memberikan penghormatan terakhir padanya dengan menyalakan lilin lilin di sekitar kuburan nya di atas bukit Kingston. Mengalunkan lagu kesedihan, dan semua orang pergi setelah itu.
Tak ada yang berkesan, kematian memang selalu menyakitkan, namun Lalysa jelas tau sebuah alasan yang disembunyikan.

Setelah hari menyedihkan itu berlalu... Sebuah kabar menyenangkan menyebar di seluruh wilayah Benua Luxidos.
Bahwa Pangeran Ong akan menikah dengan Putri Yara dari Clan Cauvahn.

Tentu saja itu sebenarnya terlalu mendadak, karena baru kemarin Kingston berduka, dan rasanya tak pantas menggelar sebuah pesta setelah kematian seseorang. Dan karena itu Pangeran Ong datang pada Lysa dan meminta maaf langsung padanya atas keputusan Raja Austin.

Namun tentu saja Lalysa mengangguk memaklumi, ia tak mungkin marah pada Pangeran Ong, ia adalah sepupu nya yang sangat baik selama ini.

"Berbahagialah, Pangeran. Meski seorang Lady mati, dunia akan terus berputar. Kebahagiaan mu adalah milikmu, dan kesedihan ku adalah milikku." Lalysa menepuk bahu Pangeran Ong sebentar, kemudian ia pergi menuju taman, meninggalkan Pangeran Ong yang terdiam. Hanya kalimat itu yang dapat ia ucapkan, dan Ong tak banyak menuntut banyak. Lalysa butuh waktu tentu nya.

Sejak hari itu, Lalysa menghindari banyak orang. Tak banyak berinteraksi, dan memilih sendiri. Semua orang membicarakan nya, memperhatikan wajah murung nya yang pucat. Ia seperti mayat hidup yang mencoba bertahan di atas kaki nya sendiri.

Namun di beberapa kesempatan, Tyrion selalu menggengam jemari nya hangat, memeluk nya dengan erat, dan memberikan kalimat semangat. Itu cukup menjadi penawar bagi racun kehidupan yang Lalysa teguk dalam sebuah lukisan asa dalam kanvas putih.

[1] Mother Of Dragons ✔Where stories live. Discover now