31 - Liberio

3.1K 423 271
                                    

Tahun 853

Kota Liberio di siang hari sangat ramai. Orang-orang berlalu-lalang memenuhi jalanan di pusat kota.

Meski matahari sedang berada di titik tertingginya, itu tak membuat orang-orang menetap di dalam rumah. Justru mereka semakin semangat, terutama para pedagang. Semakin siang, semakin tinggi matahari, maka pembeli akan semakin ramai. Otomatis untung yang didapat juga akan semakin besar.

Para anak kecil di sana pun turut menambah keramaian yang ada. Bermain kejar-kejaran, saling mengganggu, dan ada beberapa pula yang mencuri hingga menambah kebisingan.

"Semuanya, selamat datang di wilayah Marley! Aku akan membawa kalian ke kediaman Azumabito."

Onyankopon, lelaki berkulit gelap mengangkat topi dan memberi sambutan pada orang-orang yang baru saja turun dari kapal. Para anggota Pasukan Pengintai bersama Jenderal Militer Paradis.

"Ah?! Kuda? Apa itu kuda?!" tanya Connie terkejut.

"Bukannya itu sapi?!" sahut Sasha tak kalah heboh.

"Itu mobil! Aku sudah mempelajarinya sebelum kemari!" Hanji memberi jawaban yang benar.

Tiga orang itu terpaku pada sebuah mesin berjalan yang dikendarai oleh seorang manusia. Mesin bernama mobil. Maklum, di Paradis belum ada sesuatu yang seperti itu.

Connie, Sasha, dan Hanji kini menghampiri mobil yang sedang berhenti dengan mata berbinar. Seperti sedang melihat keajaiban dunia.

"Gawat. Mereka memperhatikan kita," ujar Armin. Mata birunya melirik sekeliling dengan waspada.

"Ya. Mereka pasti berpikir kalau kita sekumpulan orang bodoh. Pura-pura tidak kenal saja," Jean menanggapi. Satu tangannya memegang topi dan merendahkannya untuk sedikit menutupi wajah yang sedikit merah karena malu dengan kelakuan Hanji dan dua temannya.

Di depan dua pemuda itu, Levi dan Grace mulai berjalan mengikuti Onyankopon.

"Kalau kau tidak menghentikan mereka, mereka akan memberi makan tumpukan mesin besi itu wortel," ujar Levi. Pandangannya tak lepas dari Hanji, Connie, dan Sasha yang masih mengagumi mobil.

Onyankopon tertawa singkat, "Tidak mungkin mereka memberi wortel," ujarnya sembari tetap terkekeh.

Tiga orang dewasa ini terus berjalan. Menembus keramaian kota Liberio di tengah hari.

Delapan anggota Pasukan Pengintai bersama Grace datang ke Liberio menggunakan kapal. Tentu dengan campur tangan Prajurit Relawan pimpinan Yelena. Mereka telah merencanakan ini jauh-jauh hari tetapi baru bisa melakukannya sekarang.

Datang ke Liberio bukan sekedar untuk mengetahui dunia luar. Tetapi, untuk melakukan survey. Dengan kata lain ini adalah sebuah misi.

"Kenapa kau melamun, Eren? Kita sedang ada di luar."

Grace berbalik. Teguran Armin pada Eren telah menarik perhatiannya.

Di belakang, Eren tampak diam. Pandangan mata zamrud itu kosong dan hampa. Tak nampak raut kesenangan sedikit pun pada wajah Eren. Padahal, Grace pikir dengan pergi ke Liberio Eren akan menjadi sedikit lebih ceria.

Mikasa di sebelah Eren seperti biasa selalu tenang. Walau begitu, mata dan raut wajah gadis berambut pendek itu sangat senang. Begitu pula Armin yang tak berhenti mengagumi segala hal yang pertama kali dilihat di tempat ini.

"Hei! Jangan sampai terpisah!" seru Levi cukup keras.

Trio Shiganshina serempak menatap Levi.

"Kami kesana!" jawab Armin sambil mengulas senyum manis.

𝐂𝐋𝐀𝐑𝐈𝐓𝐘 ✦ ᴀᴛᴛᴀᴄᴋ ᴏɴ ᴛɪᴛᴀɴ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang