24 - Serene

3.2K 461 80
                                    

Grace menyembunyikan mukanya dibalik bantal yang sedang dia peluk. Tidak berani menatap Levi yang duduk bersandar di sebelahnya.

Kejadian di ruang makan tadi benar-benar membuatnya malu untuk menatap Levi. Rasanya masih tidak percaya jika Levi yang kaku itu melamarnya di depan banyak orang. Ya, memang tidak terlihat seperti lamaran karena sang Kapten bermata tajam itu hanya mengatakan sebuah kalimat perintah. Tapi, justru karena itu lah Grace sangat senang karena hal tadi adalah tipikal Levi sekali yang tidak akan repot-repot melakukan hal manis untuk membuatnya senang.

Apa Levi diam-diam memikirkan pertanyaan Komandan Pixis saat itu hingga memutuskan untuk melamarnya? Memang saat itu Levi mengatakan jika mungkin mereka akan menikah setelah ini semua berakhir. Tapi, siapa yang tahu jika pikirannya tiba-tiba saja berubah.

Grace dan Levi pergi dari ruang makan ketika kumpulan di meja mereka bubar lima menit setelah Grace mengiyakan lamaran Levi. Laki-laki undercut itu membawa Grace pergi ke kamarnya. Lalu, duduk bersebelahan di ranjang. Sekarang sudah lima belas menit hening sejak pembicaraan mereka mengenai rencana pergi ke perpustakaan kota besok.

Grace beberapa kali mencuri pandang ke arah Levi dan laki-laki itu tengah menatap lurus ke depan dengan wajah datarnya yang membosankan.

"Apa?"

Grace langsung menyembunyikan mukanya lagi di balik bantal karena Levi tiba-tiba membalas tatapannya. Wajahnya merona merah. Amat merah. Dia menggeleng sebagai jawaban untuk pertanyaan Levi.

Didengarnya Levi mendengus. Grace kemudian merasakan kedua tangan Levi merengkuh tubuhnya dan merampas bantal yang dia pakai untuk menutupi wajah merahnya.

"Levi!" protesnya tak terima karena bantalnya diambil.

Satu sudut bibir Levi tertarik, "Wajahmu merah," godanya.

Grace menggigit bibir bawahnya lalu menunduk, menenggelamkan wajahnya pada dada bidang Levi.

"Kenapa kau melakukannya di ruang makan?" tanya Grace setelah beberapa menit berlalu dalam diam.

Tangan Levi bergerak mengusap kepalanya pelan, "Ingin saja,"

Grace memukul perut Levi cukup keras karena kesal, "Bodoh!"

Kepala Grace mendongak setelah tangan Levi menarik dagunya. Bertemu tatap dengan dalam, membuat wajah merona Grace semakin merah. Manik zamrud-nya berbinar senang namun menunjukkan rasa malu disaat bersamaan. Bibir Grace akhirnya dikecup pelan oleh bibir Levi tak lama kemudian. Mengecup pelan penuh kasih sayang.

"Ingat nama barumu, bocah!" ucap Levi setelah berhenti mengecup bibir Grace.

"Aku tahu!" balas Grace sambil mengalihkan pandangannya. Masih malu untuk menatap Levi.

Grace kini akan memakai Ackerman sebagai nama belakang, seperti perintah Levi di ruang makan tadi.

Keduanya lalu diam lagi. Levi sibuk menghirup aroma Grace dari pucuk kepala sang surai cokelat. Sementara Grace sedang berusaha dengan keras menormalkan kembali wajahnya yang merah.

"Apa sekarang kita menjadi suami istri?" tanya Grace lagi. Dia masih malu tapi tak tahan untuk menanyakan hal itu.

"Sepertinya begitu," jawab Levi datar.

"Kenapa aku merasa tidak ada bedanya, ya?" gumam Grace lirih. Namun, Levi masih bisa mendengarnya karena jarak mereka yang sangat dekat.

"Kenapa harus berbeda?" Levi balik bertanya.

Grace menggelengkan kepalanya pelan. Perempuan bermanik zamrud ini diam-diam tersenyum lebar. Sekarang memang tidak ada bedanya dengan waktu sebelum Levi memerintahkannya memakai nama Ackerman, hal itu lah yang membuatnya tersenyum. Grace semakin menyadari jika mereka berdua memang tidak perlu pernikahan atau ikatan resmi, karena tanpa itu pun mereka tahu kemana harus pulang dan bersandar.

𝐂𝐋𝐀𝐑𝐈𝐓𝐘 ✦ ᴀᴛᴛᴀᴄᴋ ᴏɴ ᴛɪᴛᴀɴ ✔Where stories live. Discover now