38 - Distracted

2.3K 337 84
                                    

Levi menatap kosong pada kumpulan orang di depannya usai mendengar sebuah kalimat.

"Aku akan mencoba menghambat mereka agar kalian bisa menerbangkan pesawatnya,"

Hanji Zoe, Komandan ke-14 dari Pasukan Pengintai baru saja mendeklarasikan keinginannya untuk mengorbankan diri. Perempuan berkacamata yang selalu penuh semangat itu nampak bersungguh-sungguh dan bertekad dengan apa yang baru diucapkan.

Sisa dari Pasukan Pengintai dan para Prajurit Marley yang bergabung membentuk aliansi kini berada di dermaga. Berniat menerbangkan pesawat terbang model terbaru yang dibuat oleh Negeri Hizuru. Tetapi, waktu tak sebaik itu untuk memberi mereka kesempatan.

Puluhan Colossal Titan yang bangun dari balik dinding semakin mendekat dalam waktu yang cepat. Tak akan cukup memakai waktu yang singkat ini untuk menerbangkan pesawat. Kecuali, jika ada sedikit hambatan yang bisa mencegah langkah dari para Colossal Titan.

"Armin Arlert! Mulai sekarang kau adalah Komandan ke-15 Pasukan Pengintai!"

Levi, masih dengan tatapan kosong memandang Hanji bersama anak-anak muda di depan. Hatinya tanpa sadar terasa amat ngilu mendengar semua kata yang keluar dari mulut Hanji.

"Saat ini Levi juga bawahanmu! Jangan sungkan untuk memberinya perintah!"

Biasanya, Levi akan marah dan mengumpat ketika Hanji mengatakan hal menyebalkan seperti itu. Tetapi, tidak kali ini. Semua perkataan Hanji, meski menyebalkan namun di telinganya terdengar sangat menyedihkan.

Sudah terlalu banyak rekannya yang mati. Hingga dirinya sendiri pun tak ingat berapa jumlahnya. Levi pikir, jika pada akhirnya orang-orang terdekatnya juga akan mati, dia akan baik-baik saja. Tapi, tidak.

Rasanya jauh lebih menakutkan dan menyakitkan dari pada kehilangan rekan dan teman biasa.

Keadaan Grace yang tidak diketahui sampai detik ini cukup membuat Levi tak peduli dengan tubuhnya yang terluka parah. Lelaki berambut undercut ini amat khawatir pada Grace dan sangat ingin mencari. Tetapi, keadaan tidak mendukungnya.

Ketiadaan Grace di sisinya menjadi lubang yang cukup besar di hati. Terasa hampa.

Lalu, kini dia mendengar salah seorang terdekatnya dengan suka rela ingin mengorbankan nyawa.

Levi... rasanya tidak sanggup melalui ini.

Ingin menangis. Ingin berteriak. Ingin menyerah dan pasrah. Namun tidak bisa dilakukan.

Apapun yang terjadi, Levi harus kuat. Seperti kata Grace. Di depan orang lain, tidak boleh ada kelemahan yang ditunjukkan.

Maka, inilah Levi sekarang. Terdiam dengan sorot mata kosong. Memandang satu-satunya teman seperjuangan yang masih hidup.

"Levi, temukanlah Grace dan terus hidup! Kau pasti bisa melakukannya," ujar Hanji sambil tersenyum lebar.

Entah sejak kapan perempuan berkaca mata itu sudah berada di depannya. Levi tidak sadar karena tenggelam dalam pikirannya mengenai kehilangan.

Lidah Levi terasa kelu. Banyak yang ingin diucap, tetapi susah untuk disampaikan. Banyak hal yang ingin dia bicarakan dengan Hanji di kesempatan terakhir mereka bersama, tetapi terlalu sulit untuk dilakukan.

Dia bukan tipe orang yang pandai merangkai kata. Bukan pula orang yang terbiasa menunjukan kekhawatiran. Levi, bingung pada dirinya sendiri. Di saat ini, apa yang harus dia lakukan?

Kapten ternama dari Pasukan Pengintai mendekat satu langkah pada sang Komandan. Perlahan membawa pandangan dari mata keabuan pada iris cokelat yang terbingkai kaca mata. Tangan kanan lalu diangkat dan diletakkan pada dada kiri di mana jantung berada.

𝐂𝐋𝐀𝐑𝐈𝐓𝐘 ✦ ᴀᴛᴛᴀᴄᴋ ᴏɴ ᴛɪᴛᴀɴ ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora