19 - Chaos

4K 497 129
                                    

Bagian selatan dinding Rose telah dimasuki titan. Begitu lah yang disampaikan prajurit utusan Mike beberapa saat yang lalu. Para prajurit 104 yang diisolasi dikabarkan telah meninggalkan kastil. Bersama para prajurit senior yang ditugaskan menjaga mereka. Mereka dibagi menjadi beberapa tim untuk memperingatkan semua distrik tentang adanya titan di dinding Rose.

Grace menyandarkan diri pada dinding di sebelah jendela ruangan Komandan. Semua hal yang merepotkan ini terjadi berturut-turut tanpa henti. Seolah tidak mengizinkan Pasukan Pengintai untuk beristirahat. Tidak memberi mereka kesempatan untuk berduka atas kepergian rekan-rekan mereka.

Erwin kini sedang melihat ke luar jendela. Entah menatap apa, tetapi pandangannya benar-benar terlihat kosong.

Di ruangan ini ada satu prajurit lagi yang sering ditugaskan untuk mencatat dan mengurusi dokumen Pasukan Pengintai. Dia berdiri di dekat meja dengan tumpukan dokumen, memegang sebuah kertas dan membacanya dengan serius.

Pintu ruangan terbuka tak lama kemudian.

"Benar-benar... para titan itu pantang menyerah juga rupanya," ujar Levi yang baru saja menutup pintu kembali. Laki-laki berambut undercut ini berjalan mendekati Grace dan Erwin.

"Apa kalian berdua bisa pergi?" tanya Erwin sambil melihat Levi dan Grace bergantian.

"Tidak ada pilihan lain, kan?" jawab Levi.

"Ya, tentu," jawab Grace sedikit lesu. Entah mengapa, perasaannya terus tidak enak sejak mendapat berita dari prajurit yang diutus Mike.

"Memilih Ketua Regu Mike untuk mengawasi prajurit 104 adalah pilhan bijak. Saya yakin dia bisa mengatasi ini," ujar prajurit yang masih berkutat dengan dokumen. Wajahnya tampak senang ketika mengatakan tentang Mike.

Erwin kembali melihat ke luar jendela, "Ya. Aku harap juga begitu," dia berujar dengan lirih. Terlihat tidak bersemangat.

Rasa tidak enak pada hati Grace semakin menjadi-jadi. Dia takut karena membayangkan hal-hal buruk. Berulang kali dia menepis bayangan-bayangan buruk mengenai Mike dan Nanaba, tetapi hal itu selalu datang lagi, membuatnya semakin takut.

Grace terus meyakinkan dirinya sendiri jika Mike dan Nanaba akan baik-baik saja. Mengingat bagaimana kemampuan mereka. Tapi, hal itu tidak cukup untuk mengusir rasa tidak enak pada hatinya.

Manik zamrud Grace menatap Levi. Laki-laki yang tengah mengenakan jas hitam itu sedang memandang lantai dengan tatapan kosong. Ekspresi pada wajahnya juga tampak lebih suram dari biasanya.

Levi... merasakan hal yang sama dengannya. Levi juga mengkhawatirkan Mike dan Nanaba.

Beberapa jam kemudian saat hari sudah malam, Pasukan Pengintai berbaris rapi di sepanjang jalan menuju gerbang dinding Sina. Malam ini, sebagian dari mereka akan pergi ke bagian selatan dinding Rose untuk membunuh semua titan yang dikabarkan telah masuk.

Grace masih dengan setelan kemeja putih dan jas hitamnya, duduk di gerobak terbuka bersama Eren dan Mikasa. Dua anak di depannya itu terlihat murung. Tak lama kemudian Armin datang, anak laki-laki berambut pirang itu juga memiliki ekspresi yang sama.

"Apa mungkin para titan menembus dinding berisi titan juga?"

Pertanyaan yang dilontarkan Armin membuat Eren dan Mikasa bingung.

"Apa maksudmu, Armin? Ini juga pernah terajdi sebelumnya!" ujar Eren. Suaranya bergetar tak tahu karena apa.

"Yang dihancurkan sebelumnya adalah gerbang, bukan dinding!" bantah Armin. Sedikit berteriak karena tak ingin kalah dari Eren yang keras kepala.

Manik zamrud Grace menatap Armin penuh minat. Anak laki-laki berambut pirang ini telah menarik perhatiannya karena kecerdasan yang dia miliki.

"Bagaimana, kalau dinding-dinding ini dibuat melalui pengerasan kulit titan?"

𝐂𝐋𝐀𝐑𝐈𝐓𝐘 ✦ ᴀᴛᴛᴀᴄᴋ ᴏɴ ᴛɪᴛᴀɴ ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang