34. Membaik

12 1 0
                                    

– Waktu selalu diandalkan untuk memperbaiki apa-apa yang rusak. –

***

Minggu pagi Luvena bersama Sherly dan Willy Cs berencana menjenguk Irfan di rumah sakit. Mereka sudah tau perihal Irfan yang sudah sadar dari koma, tentu saja informasi itu berasal dari Mikha. Setelah tempo hari Willy ‘memberikan pelajaran’ pada Kelly, Mikha sadar bahwa terus berada dalam lingkaran setan bersama Kelly adalah hal bodoh. Ia memilih menjauh dari lingkaran pertemanan itu.

Perubahan tak hanya terjadi pada Mikha, namun Willy pun sama. Semenjak kejadian Irfan menyelamatkan nyawa gadisnya, Willy mulai melunturkan kebenciannya pada sahabat Luvena itu. Sudah sepatutnya begitu karena Willy punya hutang budi pada Irfan. Lagipula dia tau, Luvena tidak akan berpaling darinya meskipun Irfan telah menyelamatkan nyawanya. Luvena tidak akan seplin-plan itu.

“Mereka udah berangkat, Na?”

“Udah kok. Tadi Willy ngeline gue nyuruh kita nunggu di parkiran aja.”

“Bagus deh. Tadi Mikha juga udah bilang ke gue kalo dia udah di sana dari jam 8.”

Kini Luvena dan Sherly sedang berada di dalam mobil yang terparkir di umah sakit dimana Irfan di rawat. Tak menunggu waktu lama, mereka melihat 4 motor sport memasuki parkiran rumah sakit. Yaps, itu Willy, Panji, Rega dan Reno.

Luvena dan Sherly pun keluar dari mobil. Sherly melambaikan tangannya sehingga Willy Cs tau keberadaan mereka. Tapi walaupun Sherly tidak melakukan hal itu, Reno sudah menandai mobil Sherly.

“Udah lama?” tanya Willy.

“Nggak kok. Paling sekitar sepuluh menitan.”

“Ya udah yuk.”

Willy menggandeng tangan Luvena dan membawanya berjalan menuju rumah sakit. Ia tau gadisnya itu masih merasa takut umtuk kembali datang ke rumah sakit. Takut kalau-kalau kejadian tempo hari kembali terulang. Mama Irfan disana dan perdebatan terjadi lagi. Maka dari itu, Willy berharap genggaman tangan itu dapat meredakan rasa takut Luvena. Lagipula mereka juga sudah bantuan Mikha untuk memastikan bahwa tidak akan ada mama Irfan saat mereka kesana.

“Mau masuk semua nih?”

“Yaudah sih masuk aja. Lagian pasti kamarnya luas.”

Dengan perlahan, Willy membuka pintu kamar rawat Irfan. Terlihat Irfan yang terbaring di atas brankar. Di sudut keningnya masih dibalut perban. Kakinya pun masih di gips. Mikha yang duduk sofa berdiri dari duduknya setelah melihat kehadiran Willy dan lainnya. “Hey,” sapanya.

“Hai, Mik,” balas Luvena dan Sherly.

Mereka kemudian berdiri di kanan kiri brankar Irfan. Sejujurnya Irfan cukup terkejut mendapati hal ini. Mikha tidak memberitahunya apa apa tentang kedatangan Luvena bersama anak – anak musuh sekolahnya itu. Dia hanya diam saja sembari memperhatikan tautan tangan Willy dan Luvena.

“Biasa aja kali ngeliatnya. Kaya ga pernah gandengan tangan aja,” sindir Willy. Luvena pun menginjak pelan kaki Willy dan membuat cowok itu mengaduh.

“Gimana keadaan lo, Fan?” tanya Luvena.

“Gini – gini aja. Masih disuruh bedrest. Bosen banget gue. Pingin jalan – jalan.”

“Ya udah sih tinggal jalan ini. Kan ada Mikha tuh,” sambar Willy sambil melirik Mikha. Sedangkan yang dilirik cuma diam saja sambil menatap Willy balik.

“Apaan sih lo. Orang gue ga ngajak ngomong juga.”

“Nah justru itu. Gue baik banget sampe mau kasih saran sama lo walaupun lo ga minta.”

WarnaWhere stories live. Discover now