11. Sudah Jatuh

101 15 0
                                    

- Mungkin ketulusanmu yang membuat aku jatuh padamu -

***

Jalanan ibukota mulai sepi. Suara motor Willy menderu membelah jalanan. Meskipun sedari tadi Luvena berada di boncengannya sambil memeluknya, ia tak banyak bicara. Tapi Willy tak menyerah untuk mencari topik obrolan.

Lampu merah menunjukkan warna merah. Itu artinya Willy harus memberhentikan motornya. "Luv?" panggil Willy. Luvena hanya berdeham.

"Lo nggak laper?"

"Nggak."

"Laper dong. Biar kita bisa lama - lama boncengan gini."

Luvena diam tidak merespon. Lampu berubah hijau. Willy menjalankan motornya. Namun ada motor dari arah kanan yang memburu lampu hijau, hingga hampir menabrak Willy.

"Anjing!"

"Astagfirulloh!"

Refleks Willy dan Luvena bersamaan.

"Sialan. Orang kaya gini perlu dikasih pelajaran."

Willy memutar balik arah motornya untuk mengejar motor itu. Dengan kecepatan hampir mencapai maksimal, Willy berhasil berada di samping motor cowok yang hampir menabraknya tadi.

"Turun lo!" teriak Willy.

"Will, udah. Nggak perlu. Toh kita nggak kenapa - kenapa."

"Nggak, Luv. Dia harus dikasih pelajaran."

Motor cowok itu menepi. Ia mengenali Willy. Setelah turun dari motornya, ia melepas helm fullface miliknya.

"Irfan?" lirih Luvena saat melihat siapa cowok itu.

Dia adalah Irfan, teman SMP Luvena. Cowok yang dulu terkenal badung, sama seperti Willy. Juga cowok yang pernah memperjuangkan Luvena sebelum akhirnya mereka lulus SMP dan berpisah.

Matanya berbinar. "Luvena!" seru Irfan saat melihat Luvena. Hampir tiga tahun ia tak bertemu dengan Luvena.

Willy yang tak suka bagaimana cara Irfan menatap Luvena, mendorong bahu Irfan. "Heh! Masalah lo tuh sama gue ya!"

"Biasa aja lo. Nggak usah dorong - dorong." Irfan mendengus dengan senyum remeh. "Emang ya anak Angkasa doyannya cari masalah."

Willy mengernyitkan dahinya. Bagaimana cowok ini bisa tau bahwa dia anak Angkasa? Ingatan Willy memang payah. Ia perlu beberapa saat untuk bisa mengingat siapa cowok di hadapannya saat ini.

"Heh, anak Cempaka. Gue ga bakal cari gara gara kalo lo nggak duluan mau nabrak gue. Sekarang gue mau lo minta maaf sama gue."

Irfan tertawa. "Gue? Minta maaf sama lo? Jangan ngimpi deh!"

Amarah Willy naik. Ia mencengkeram baju Irfan. "Minta maaf ga lo?" cecar Willy.

Luvena menarik ujung baju Willy. "Will, udah." bujuk Luvena.

Bukan apa - apa. Luvena tau kedua cowok itu hampir sama. Sama - sama nekat dan tidak mau mengalah.

WarnaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon