27. Sweet Holidate

81 5 0
                                    

- Sekarang puzzle itu menemukan kepingan yang hilang. Kepingan itu melengkapi bagian rumpang dan membuatnya utuh -

***

“Dia belum datang?”

“Belum, bun. Mungkin masih di jalan.”

“Ya sudah kalau begitu bunda masuk dulu.”

Setelah Luvena mengangguk, bunda pun masuk ke dalam rumah. Sedangkan Luvena kembali pada aktivitas sebelumnya, menunggu seseorang yang telah membuatnya tak henti – hentinya tersenyum bahagia beberapa hari ini karena mengajaknya berlibur ke pantai sambil menyambut tahun baru.

Entah bagaimana awalnya, Luvena begitu menyukai pantai, meskipun memang ia belum pernah ke pantai. Ah ralat, pernah sekali, dan itu bersama Willy. Seseorang yang tak pernah terbayang di benaknya bisa sedekat sekarang, atau bahkan hanya sekadar mengobrol. Seseorang yang akan mengajaknya berlibur ke pantai untuk kedua kalinya. Ya, orang itu Willy.

Seorang cowok dengan motor sport berwarna putih, memberhentikan motornya di depan gerbang panti. Bukan, cowok itu bukan Willy, melainkan Irfan. Luvena cukup terkejut dengan kehadiran Irfan yang tiba – tiba seperti ini. Apalagi sebentar lagi dipastikan Willy juga akan sampai. Ia tidak menyiapkan diri untuk memberitahu Irfan tentang hal ini.

“Hai, Na?” sapa Irfan ketika sudah sampai di hadapan Luvena. Dahinya mengeryit heran ketika melihat Luvena dengan pakaian rapi, serta koper di sebelah kursi kayu yang tadi Luvena duduki. “Mau kemana, Na?”

“Lo kok nggak bilang mau kesini, Fan?” tanya Luvena, mengabaikan sapaan dan pertanyaan yang Irfan lontarkan.

“Sejak kapan gue harus bilang dulu? Biasa juga langsung dateng.”

“Iya sih. Tapi kan...”

“Mau kemana emangnya? Kok bawa koper segala. Padahal mau gue ajak jalan – jalan. Mumpung liburan gini.”

“Itu... Gue mau...”

Dan lagi – lagi ucapan Luvena mengambang di udara. Namun kali ini bukan karena Irfan yang menyela, tapi karena ada taksi yang berhenti di depan panti. Kemudian memunculkan Willy dari dalam taksi tersebut. Celana jeans hitam, kaos polos berwarna putih yang dirangkap kemeja kotak – kotak berwarna merah dan hitam, serta sneakers berwarna putih dengan logo centangnya. Willy terlihat sangat tampan.

Irfan mengikuti arah pandang Luvena. Untuk kesekian kalinya, ia menatap kesal apa yang dipandangnya saat ini. “Jadi lo mau pergi sama dia?”

Dengan merasa sedikit tak enak pada Irfan, Luvena pun mengangguk. “Iya.”

“Selamat pagi, bidadariku,” sapa Willy dengan senyum yang merekah. Ia beralih menatap Irfan yang berdiri di sebelah Luvena. Raut wajahnya berubah sebal. “Dan selamat pagi juga, saingan.”

Irfan tidak menjawab. Ia malah menatap Willy tak bersahabat.

“Gimana, Luv? Semua udah beres kan? Kalo udah mending kita cepat ke bandara. Kurang lebih satu jam lagi kita udah harus boarding.”

“Udah. Sebentar gue panggil bunda dulu. Kalian berdua duduk aja. Mungkin mau ngobrol. Inget ya, ngobrol, bukan adu mulut.”

WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang