15. Sebuah Janji

96 13 0
                                    

- Semua laki - laki harus bisa di pegang janjinya. Tapi kamu, janjimu masih abu abu. -

***

Hari ini Luvena tidak pergi ke Glofam. Banyak tugas sekolah yang harus ia selesaikan. Selain itu ia juga harus ke toko buku untuk membeli beberapa buku. Jadi setelah ia membantu bunda memasak untuk makan malam, ia berpamitan pada bunda untuk pergi ke toko buku.

Kali ini Luvena tidak naik sepeda. Ia berniat untuk naik angkot. Ketika ia keluar dari panti dan berjalan di gang menuju panti, motor sport hitam menghampirinya.

"Mau kemana?" tanya cowok yang sedang mengendarai motor itu. Luvena diam tidak mau menjawab.

"Diem - diem bae, neng. Suka banget nganggurin cowok ganteng."

Luvena masih diam sambil mempercepat jalannya. Namun cowok itu tiba - tiba memberhentikan motornya tepat di hadapan Luvena. Jika saja Luvena tidak berhenti dengan sigap, mungkin ia sudah menabrak kuda besi itu.

"Astaga. Lo gila?"

Cowok itu turun dari motornya. "Abisnya gue ngomong lo kacangin. Ga enak tau di kacang. Tapi ga masalah deh. Kan yang ngacangin bidadari."

"Ngomong apa sih, Will?" Luvena hendak melanjutkan berjalan, namun Willy menahan tangannya. "Lepas!"

"Mau kemana? Gue anterin."

"Nggak. Nggak perlu."

"Udah ayo."

"Nggak."

"Ayo, Luv."

"Kok lo maksa sih?"

Willy memegang kedua bahu Luvena. Membuat Luvena menatap matanya. Willy menatap mata Luvena dalam. "Gue anterin atau gue maju satu langkah?"

Mata Luvena mendelik. Ia tau apa artinya jika Willy maju satu langkah. Pipinya memerah. Perpaduan antara rasa marah dan malu.

Dengan tidak di duga tiba - tiba Willy tertawa. Ia melepaskan tangannya dari bahu Luvena. "Gue bercanda kali. Pipi lo jangan merah gitu."

Amarah Luvena naik. Ia menjewer telinga Willy. "Cowok gila!"

"Sakit tau, Luv." Willy menggosok telinganya yang memerah hasil karya Luvena. "Gue berniat baik ini. Mau nganterin calon pacar."

"Mulut lo minta di sambel?!"

"Mau kalo di sambel sama bibir lo." jawab Willy dengan kekehannya.

Luvena menginjak kaki Willy. "Mulut lo ngomongnya bersihan dikit ga bisa?"

"Maaf - maaf." Willy tersenyum manis. "Udah bercandanya. Gue serius mau nganter lo. Anggep aja ini ucapan maaf dari gue. Gara - gara kemarin, lo pasti ga nyaman banget sama anak - anak di sekolah."

Luvena diam sejenak. "Udah gue maafin." jawabnya kemudian.

"Makasih." Willy kembali tersenyum. "Sekarang biarin gue nganter lo. Jangan nolak karena gue maksa."

Luvena menghela nafasnya. Ia mengangguk karna ia yakin Willy tidak akan berhenti memaksa. Melihat senja yang mulai nampak, ia tak mau membuang waktu.

"Kalo lo mau dari tadi kan enak." ucap Willy.

Willy memberikan helm bogo yang waktu itu pernah Luvena pakai. Willy menaiki motornya yang kemudian diikuti Luvena. Willy membawa tangan Luvena untuk memeluknya.

"Biar ga jatuh. Karna gue ga suka bawa motor pelan."

Luvena mendengus. "Selalu ngelunjak."

"Selalu sukses bikin gue senyum."

WarnaWhere stories live. Discover now