20. Masa Lalu vs Masa Depan

117 18 0
                                    

- Masa lalu itu ada di belakang. Sebesar apapun pengaruhnya, dia nggak akan pernah bisa menang dari masa depan. -

***

Luvena yang baru saja kembali dari perpustakaan mengernyitkan dahinya heran ketika melihat keadaan kelasnya begitu ramai. Banyak anak – anak yang berkumpul di depan kelasnya. Ada yang berjinjit – jinjit untuk menengok apa yang terjadi dalam kelas Luvena.

Luvena mendekat. Ingin tau apa yang menyebabkan kelasnya tiba – tiba ramai begini.

Luvena mencoba menyelipkan diri di antara anak – anak yang kini tengah berdesakan. Setelah berhasil mencapai titik di mana ia bisa melihat ke dalam kelas, ia berdiri disana.

Dilihatnya Kelly bersama komplotannya, yang tidak lain adalah Ghea, Laura, Mikha dan tentu saja Sherly, sedang menghadap Karin. Cewek itu  memang tidak ada habis habisnya mencari sensasi. Berhari – hari tidak masuk sekolah, masuk masuk malah melabrak anak orang.

“Masih nggak ngerti juga?! Ngaca! Lo tuh nggak pantes buat cowok kaya Willy,” cemooh Kelly dengan tatapan nyalangnya.

Keempat temannya hanya diam di belakang Kelly, menyaksikan apa yang cewek itu lakukan. Karin hanya tertunduk, tak berani merespon apapun. Sama seperti mantan Willy yang terdahulu bila dilabrak oleh Kelly.

Sherly dan Mikha yang notabenenya menjadi teman sekelas Karin, tidak mau ikut campur. Bahkan mungkin mereka semua tidak mau ikut campur. Hanya saja Kelly yang selalu mengajak mereka. Ajakan yang tentu tidak mungkin mereka tolak bila tidak mau mendapat masalah dengan Kelly.

“Sampe gue liat lo jalan sama Willy di depan muka gue..” Kelly menyiramkan es teh yang membuat baju Karin otomatis basah. “Abis lo sama gue,” ancamnya.

Sampe segitunya lo jadi bahan rebutan, Will. Batin Luvena.

“Gila ye si Kelly ga ada tobat – tobatnya.”

“Masih aja ngejar – ngejar Willy. Ah coba gue jadi Willy ga bakal gue sia – sia in dah cewek bohai kaya dia.”

“Eh, Budi. Liat tampang dong lo. Mana mau si Kelly sama mie keriting di kepala lo.”

Komentar lain para netizen bertaburan mewarnai tragedi pelabrakan yang sedang terjadi. Luvena sama sekali tidak tertarik hal semacam ini. Keramaian yang justru membuatnya tidak nyaman.

Ia pun keluar dari kerumunan itu. Tak berniat untuk melihat apa yang terjadi selanjutnya.

Ia melangkahkan kakinya menuju kantin. Membeli es jeruk Mang Bono dan menyelamatkan kerongkongannya dari kehausan nampaknya lebih berfaedah daripada melihat drama yang Kelly buat.

***

Irfan yang mengenakan seragam SMA Cempaka bertengger di atas motor sport putih miliknya dengan santai. Santainya Irfan sangat berbanding terbalik dengan keadaan sekitar yang justru menatap tak santai ke arahnya. Bagaimana tidak, sekarang Irfan sedang berada tak jauh dari gerbang musuh sekolahnya, SMA Angkasa.

Di jam pulang sekolah yang tentu saja anak – anak Angkasa berhamburan keluar, Irfan tidak takut berada di sana karena sedang menunggu seorang. Dan Irfan pun tak pikir panjang untuk turun dari motor dan menghampiri orang yang ia tunggu saat orang itu keluar dari gerbang sekolah.

“Na!” panggil Irfan.

Luvena yang terpanggil pun menoleh ke arah Irfan yang mendekat padanya. Matanya terbelalak kaget melihat keberadaan Irfan disana. Ia tau bahwa Irfan yang saat itu memimpin tawuran dengan anak Angkasa. Dan berada di sini, saat ini, sama saja cari mati.

WarnaNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ