21. Bolos Sekolah

107 11 0
                                    

- Tidak ada kebetulan yang berulang. Yang ada hanyalah takdir. -

***

"Lima menit lagi udah masuk, Sher," ucap Luvena khawatir sambil melihat jam di layar ponselnya.

Pagi ini Sherly menjemput Luvena untuk berangkat ke sekolah bersama. Tapi di tengah jalan tiba - tiba ban mobil Sherly meletus. Jarak ke sekolah masih lebih dari 1 kilometer lagi.

"Duh, udah pasti telat nih, Na. Mati deh kita kena si kumis. Ini juga ban kenapa tiba - tiba bocor gini sih," cerocos Sherly sembari menendang ban depan mobilnya.

"Terus gimana?"

"Gue juga nggak tau. Mana ini taksi atau angkot ga ada yang lewat. Pada cuti bersama apa gimana dah. Anjir parah ya nih hari."

Luvena celingukan melihat kanan kiri. Jalan ini terlihat sangat sepi untuk ukuran jalanan ibukota di pagi hari. Tapi maklum saja, jalan ini memang jarang dilewati.

Luvena merapalkan doa dalam hati. Semoga Tuhan mengirimkan keajaiban seperti; datang taksi atau jenis tumpangan lainnya, atau mungkin Pak Kumis yang tiba - tiba saja tidak masuk. Tapi untuk keajaiban yang kedua, kemungkinannya sangat tipis.

"Aduh, Na. Gimana nih?" keluh Sherly.

"Gue juga nggak tau."

Tiba - tiba saja dua motor sport berwarna hitam dan merah berhenti di depan mobil Sherly. Mereka mengenakan seragam SMA Angkasa. Dan saat mereka membuka helm fullface mereka, Sherly dan Luvena cukup terkejut, apalagi Sherly. Mereka adalah Willy dan Reno. Apakah mereka jawaban dari doa Luvena?

"Kenapa?" tanya Reno yang terlebih dahulu turun dari motor.

"Bannya bocor. Kayanya sih kena paku," jawab Sherly.

"Ya udah bareng aja. Biarin mobil lo disini. Telpon bengkel biar di ambil." Itu Willy yang menyuarakan pendapatnya.

Mata Sherly berbinar mendapati tawaran Willy barusan. Tidak akan dia menyianyiakan tawaran most wanted sekolah itu. "Nggak papa nih?" tanya Sherly.

"Santai aja kalo sama kita mah," ucap Reno.

"Nggak papa kan, Na, kita bareng mereka?" tanya Sherly meminta persetujan. Yang dimintai persetujuan pun mengangguk. Sherly pun segera meneon bengkel untuk menderek mobilnya.

"Udah telponnya?" tanya Willy. Sherly mengangguk. "Ya udah. Luvena sama gue, dan lo.. siapa nama lo?"

"Sherly."

"Nah, iya, Sherly. Lo sama Reno."

Jujur saja ia sedikit kecewa karea ia tidak bersama Willy. Tapi mau bagaimana lagi. Dia tidak mungkin protes untuk mengubah formasi. Alhasil Sherly pun mengangguk.

"Yuk, Na," ajak Sherly sembari menarik tangan Luvena. "Lo ih diem mulu. Keburu kita makin telat entar."

"Iya, Sher."

Sherly langsung mengambil posisi untuk naik ke motor Reno. Sedangkan Luvena dengan sedikit canggung naik ke motor Willy, meskipun ini bukan yang pertama kali. Di sela - sela memasang helm fullface-nya Willy berbisik pada Luvena. "Ya kan. Kayanya kita emang udah ditakdirin."

***

Sudah bisa ditebak memang mereka berempat terlambat. Ya, mereka. Luvena, Sherly, Willy dan Reno. Mereka berempat yang masih berada di atas motor, mengamati gerbang dari jarak aman. Saat ini gerbang sudah ditutup. Ada Pak Kumis yang siap siaga di depan gerbang.

"Gimana nih?" tanya Sherly.

"Kalo lewat depan sih ya hukumannya kaya biasa. Paling nyatet pelanggaran di BK terus gaboleh ngikut pelajaran sampe jam istirahat pertama," jelas Reno yang seolah sudah sangat paham dengan peraturan itu. Bagaimana tidak paham, dia bersama ketiga kawannya itu langganan telat.

WarnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang