9. CHAPTER 8

550K 49.1K 4.5K
                                    


UPDATE LAGI NIH

Hai, gimana nih keadaanya hari ini?

Sakit hati?

Gagal melakukan yang kamu pengin?

Apa bahagia?

3,5 vote+ spam komen 1k ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

3,5 vote+ spam komen 1k ya. please.

"Ya Tuhan...," keluh Mutia yang baru saja membuka mata. Sosok cowok berwajah cakep di atas rata rata menjadi pemandangan awal pagi itu. Bisa bisanya Heaven memelukn koya begitu erat dan menghadapnya. Mana hidungnya hampir bersentuhan. Kan sangat merepotkan jantung.

Mutia berdesis,"Kak Heaven, ngapain sih." dumalnya melepaskan tangan kekar dari pinggang. "Tuman banget kamu ya! dari kecil males banget sama kamu ya gini! Kelakuanya nggak beradab banget."

"Baru bangun udah di bikin kesel," lalu mendengus lagi.

Mutia kesal dengan Heaven semenjak mereka kecil. Dulu Heaven suka sekali menjahilinya, dari mencubit, mencium, menggigit bahkan sampai menculiknya.

Setelah mereka beranjak remaja, keduanya malah tidak saling mengenal ataupun memiliki kesempatan bertemu. Itu karena Heaven yang sibuk jadi brandalan dan ketua geng sedangkan Mutia menjadi anak rumahan.

Sekarang Mutia tetap malas berurusan dengan Heaven meskipun satu rumah. Alasannya tatap sama. Kesal. Kesal karena cowok itu sok cuek dan sewenang wenang kalau lagi kumat. Disamping itu, rumor yang beredar Heaven itu cowok brandalan dan suka gonta ganti cewek. Fiks itu bukan tipe Mutia.

Kalau bukan karena insiden sialan malam itu. Mutia mungkin tidak akan pernah mau dekat dan menerima paksaan bertunangan dengan cowok seperti Heaven.

"Engh..." lenguh cowok itu malah mengeratkan pelukan. Sedangkan kepalanya disembunyikan ke leher jenjang Mutia. "Kepala gue pusing,"

Menyadari Heaven melenguh, "Ush, ush... nggak usah bangun. Rese," Mutia buru buru mengelus rambut cowok itu, kesal kesel begitu Mutia tidak sekejam yang dibayangkan.

Mutia tidak tahu kapan cowok itu masuk kedalam kamarnya. Seingatnya dia sudah mengunci kamar dengan benar. Tapi namanya juga Heaven, cowok minim akhlak itu pasti banyak sekali akal bulus.

"Badan Mutia masih sakit, Kak Hewan!" ingin memukul kepala Heaven tapi dia tahan. " Nggak, berabe kalo dia bangun," gumamnya bernego dengan egonya.

Mutia menahan tubuhnya agar tidak gerak, merasakan detak jantung Heaven yang terasa di dadanya. Cukup lama dia diam. Menatap langit langit kamarnya yang termaram. Waktu memang masih pagi sekali, bahkan matahari pun belum menampakan sinarnya.

Rasanya nyaman. Entah kenapa Mutia merasa terlindungi saat dipeluk seperti ini. " Kapan kamu masuk coba, jangan bilang punya kunci cadangan. Awas kamu!"

HEAVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang