70. A DREAM (END)

121K 7.9K 755
                                    

Hai guys, kangen gaa? harus dong.

Baca sampai akhir Dulu yaaa..

....

Spoiler dikit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Spoiler dikit..

...

Nyeri, seluruh tubuh Mutia seakan remuk sampai ia meringis kesakitan. Matanya berusaha membuka, dan sadar. Cahaya dari jendela lumayan menyilaukan. Mutia seperti sedang menolak kenyataan. Mutia tidak ingin kehilangan apa yang paling berharga di hidupnya.

"Ayo sayang, ikut suami kamu. Jangan ikut mama," bisik wanita dengan gaun sebra putih itu.

Reflek menggeleng. "Mama mau kemana? Jangan Tinggalin Mutia Ma.."

Setelahnya, wanita itu pun menjauh. Membuat Mutia semakin menangis, dia menjerit dan memanggil sang mama yang berjalan menjauh tanpa menoleh ke arahnya.

Sepersekian detik kemudian, bayangan kecelakaan itu tiba tiba hadir. Mutia seolah melihat kecelakaan di hari itu, Mutia perlahan mendekati kecelakaan itu. Tanpa di duga, mobil kecelakaan itu berisikan dirinya dan Heaven yang sedang meringis kesakitan. Dia melihat Heaven berusaha memecahkan kaca dengan tangannya, mobil itu penuh darah. Mutia juga melihat dirinya yang tengah pingsan, Mutia kaget. Apakah dia sudah meninggal, Mutia berusaha mengetuk ngetuk pintu Heaven, namun Heaven tidak merespon, cowok itu merangkul Mutia yang berada didalam mobil, dan berusaha menyadarkannya.

"Kak Heaven, Kak." Panggil Mutia dari luar Mobil. Mutia tidak mengerti, dia tidak paham mengapa ada didirinya didalam mobil itu juga, mengapa dirinya ada dua.

Mutia menangis melihat Heaven dan dirinya yang berada didalam mobil sekarat, ia berusaha membuka namun seolah tembus pandang.

"Kak...!" Teriaknya bingung.

Heaven tetap saja berusaha keluar dari mobil ringsek itu, sambil memegangi istrinya yang sudah tidak sadar, ia pun terus memecahkan kaca.

"Yang, kamu masih sadar kan?" Tanyanya  seraya merintih, ia menepuk nepuk pipi Mutia dengan tangan penuh darahnya, ia goyang goyangkan tubuh Mutia yang sudah seperti mandi darah.

"Jangan tinggalin gue," Lirihnya sembari menangis, Kaki Heaven terjepit, begitupula kaki Mutia, di tengah penerangan lampu jalanan tol yang sepi dua orang itu, terjebak didalam mobil yang terbalik.

"Kalaupun harus ada yang dipanggil sama Tuhan, gue mohon jangan Lo. Biar gue aja, Mutia. Karena gue lebih ga sanggup hidup tanpa adanya Lo," ringgik Heaven frustasi, dia menangis, dia menyalahkan dirinya karena tidak bisa menjaga Mutia dengan baik.

Mutia yang berada di luar mobil pun menangis, ia tidak mengerti dengan hal ini. Dia berfikir sudah mati, dan sekarang adalah ruhnya lah yang menjadi dia.

"Kak..."

Mutia pun menoleh kebawah, ia melihat perutnya kempis. Seketika ia semakin bingung. "Anakku," gumamnya ketakutan.

Mutia memegangi perutnya yang sudah rata, ia pun panik ia kebingungan.

Sayup sayup, suara kebisingan mulai mendekat, Mutia tersentak kaget dan membuka matanya.

Pagi itu, tepat 7 hari Mutia terbaring lemah dan tidak sadarkan diri dirumah sakit. Dan tepat di jam 7 pagi, Mutia bangun.

Mata Mutia mengelilingi sekitar, ia paham tempat itu. Ia melihat infus yang terpasang ditangannya, lalu matanya mengarah ke seorang laki laki yang tengah tertidur disampingnya.

Dia Heaven.

"Kak Heaven?" Lirihnya dengan napas yang tak beraturan.

Mutia kembali ingat, sebelumnya Mutia bermimpi kalau Heaven pun menginggalkan dia selamanya.  Ditengah tidur panjangnya Mutia banyak bermimpi hal hal aneh.

Termasuk bermimpi, Heaven meninggal.

..

..

..

..

Tamat

...

Lanjut ke Heaven 2 guys, yok pindah lapak.


HEAVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang