0.3 Tiga

58 11 50
                                    

Rooftop adalah tempat paling menyenangkan menurut Darel. Suasana yang tenang dan jauh dari pandangan banyak orang membuatnya betah berlama-lama.

Semilir angin sekaligus alunan musik yang keluar dari ponselnya benar-benar mendukung perasaannya saat ini. Dia berdiri dari duduknya. Membuang putung rokok dari sela jemari, kemudian berjalan menuju pinggiran rooftop.

"In other words, Hold my hand," ucap Darel mengikuti alunan lagu dari ponselnya. "In other words, Darling, kiss me," lanjut Darel sembari mencolek dagu Attala saat melewatinya.

"Eh, lo apaan sih, De!" Attala mengusap-usap dagu bekas colekan Darel.

"Kayaknya ada yang nggak beres sama otak Darel," sahut Damar disertai kepulan asap keluar dari mulutnya. 

"Yep. Sejak kapan juga dia suka lagu menye-menye gitu."

"Sejak denger bidadari surga nyanyiin lagu itu."

Kemarin secara tidak sengaja Darel mendengar Dira menggumamkan lagu itu saat melewatinya turun dari tangga—hendak pulang.

"Shit! Bidadari, Mar!" cibir Attala seraya memukul kepala Damar.

"Asem, gue bakar tangan lo ya!" ancam Damar dengan menjulurkan ujung rokok yang masih membara ke arah Attala, yang dengan cekatan memundurkan diri.

"Geli gue lama-lama sama dia."

"Sama. Sekalinya jatuh cinta lebaynya minta ampun."

Darel tidak mempedulikan mereka berdua. Dia berdiri di pinggir rooftop sambil mengamati lapangan bawah. Terlihat banyak siswa yang berlalu-lalang. Jalanan depan Senandika juga tampak lebih lenggang dari biasanya.

"Gue mau beraksi."

"Emang ada target baru? Yuk lah. Butuh banyak duit ini."

"Yee.. butuh duit mah kerja, Mar. Pake malak."

"Sok suci lo, Ta."

Selanjutnya hanya terdengar gelak tawa mereka yang menggelegar. Saling melempar cibiran, hingga suara Darel membuat mereka menoleh.

"Gue mau deketin Indira."

"Serius?!"

Darel membalikkan badan. "Sejak kapan gue doyan becanda?"

"Sejak kapan lo doyan serius kali, De."

"Gue simpan buat Indira seriusnya."

"Bocen!" teriak Attala dan Damar bersamaan.

Darel menghampiri mereka berdua. Duduk menghadap Attala.

"Ceritain soal Dira."

"Ya gue nggak tau lah, De. Kalau soal Rena mah gue tau."

"Ngapain juga Darel nanyain pacar lo, bege!" sela Damar.

"Ya lagian ada-ada aja. Nanyain cewek lain ke gue. Bisa digeplak Rena yang ada."

"Nggak usah sok setia," tandas Damar.

Attala cengengesan mendengar itu. Sedangkan Darel menghembuskan nafas sembari memandang langit Jakarta yang sedang panas. Cuaca tidak menentu akhir-akhir ini. Kadang hujan kadang terang. Kadang panas kadang sejuk. Kadang galau kadang senang. Kadang mikirin doi padahal doinya nggak peduli. Eh,

"Tapi Dira cakep sih, De. Kalem anaknya. Cuma agak labil," sambung Attala.

"Labilnya gimana?"

"Ya sikapnya itu nggak nentu. Kadang ramah, kadang diem, kadang jutek. Moody-an gitu lah."

I'm (not) Bringer Of DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang