0.4 Empat

52 11 54
                                    

Suara derap langkah kaki mengiringi kediaman Rafardhan pagi ini. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Darel yang terburu-buru menuruni tangga. Berlari keluar mengabaikan teriakan Budhe yang memintanya untuk sarapan.

Ketika hendak mengeluarkan motor dari garasi, benda pipih di saku seragamnya bergetar. Telepon grub dari Attala dan Damar ternyata.

Jarinya menggeser icon warna hijau yang tertera di layar. Menempelkan ponselnya di telinga lalu menjepitnya dengan pundak.

"Halo?"

Darel memasukkan kunci motor ke lubangnya kemudian mengeluarkan motor dari garasi sembari tetap mendengarkan suara dari seberang sana.

"Iya. Ini gue mau berangkat, jangan telat kalian. Harus dapet banyak hari ini, jadi kudu standby lebih awal."

Tangannya bergerak menyalakan mesin motor lalu memutar setang gas agar mesinnya panas. "Iya, sip. Ya udah gue matiin dulu. Buruan berangkat."

"Oke-oke sip."

Darel memasukkan ponselnya kembali ke saku seragam. Lalu menaikkan resleting jaket.

"Tumben masih pagi udah mau berangkat, Den?" tanya Pakdhe yang sedang mencuci mobil Zein-heran. Pasalnya, anak majikannya ini biasa berangkat saat matahari sudah percaya diri menampakkan sinarnya. Pernah juga berangkat pagi tapi bisa dihitung dengan jari.

"Ada tugas kelompok, Pakdhe."

Tanpa menunggu lama lagi, Darel memasang helmnya lalu memutar gas. Mengendarai motornya keluar dari lingkungan komplek. Beruntungnya pagi ini jalanan belum terlalu macet. Lumayanlah, Darel bisa sedikit kebut-kebutan.

Saat sampai di jalanan depan Senandika Darel tersenyum miring menatap motor Damar dan Attala yang datang dari arah berlawanan. Secara bersamaan mereka memasuki gerbang tanpa mengurangi kecepatan. Meninggalkan Pak Bagus yang sudah berteriak marah.

Sesampainya di parkiran, mereka melepas helm masing-masing. Darel mengedarkan pandangan, terlihat baru beberapa murid saja yang sudah datang.

"Siap?" Dia bertanya sembari menoleh ke samping. Damar mengangguk, sedangkan Attala malah sibuk bercermin-membenarkan rambutnya.

Kebiasaan.

Merasa diperhatikan Attala pun melirik lalu berkata, "Bentar, mau beraksi harus ganteng." Jarinya masih saja sibuk menggeser-geser poni.

Damar dan Darel hanya mampu memutar bola matanya.

"Tempat tuker tambah temen di mana sih, De?"

"Lo mau nuker dia?"

Damar mengangguk.

"Nggak bisa. Barang minus luar dalam mana ada yang mau."

Attala menoleh tidak terima. "Minus-minus gini punya pacar, lah kalian?"

"Kayaknya mata Rena yang minus," gumam Damar sambil turun dati motor lantas menyusul Darel yang sudah melangkah duluan.

🍂🍂🍂

Mereka bertiga bersiap, berdiri di koridor yang cukup sepi dan jarang di lewati guru untuk melancarkan rencananya semalam.

"Duit!"

Hadang Attala pada seorang adik kelas yang melintas.

"Heh, kalian udah masukin gue ke grub lagi belum? Kurang ajar banget jadi temen."

"Berisik."

Attala mencebik lalu menggerak-gerakkan bibirnya. Setelah itu mereka saling diam-fokus dengan tujuannya. Menghadang siswa-siswi yang menurut mereka layak untuk dipalak, dan tanpa banyak bicara beberapa lembar uang sudah berpindah ke tangan mereka. Jangan heran, karena sebagian dari siswa-siswi sudah hafal rutinitas itu.

I'm (not) Bringer Of DeathNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ