16. Enam Belas

22 7 17
                                    

Darel berjalan gontai menuruni tangga lalu melanjutkan langkahnya menuju perpustakaan. Mulutnya tidak henti merutuki teman sekelasnya yang suka sekali cari muka di hadapan guru. Mengingatkan mengenai tugas rumah? Hah, sok sekali dia.

"Dihukum lagi, Rel?"

Baru saja Darel memasuki perpustakaan suara Bu Aksara-petugas perpus menyambutnya.

"Hafal banget ya, Bu?" tanyanya sembari berjalan menghampiri Bu Aksara yang terkekeh.

Wanita yang memasuki pertengahan kepala tiga itu sudah hafal betul alasan Darel mengunjungi tempatnya.

"Kali ini cari buku apa?"

"Bahasa Indonesia, Bu. Ibu ada rangkuman dari buku paket kelas XI tahun lalu nggak?" ujarnya sembari menaik-turunkan alisnya.

Bu Aksara menyentil kening Darel. Darel pun mengaduh-pura-pura kesakitan.

"Nggak ada lagi ya, Darel."

Derel meringis. Sepertinya dia akan bersusah payah kali ini. Dulu usai pelajaran olahraga, dia sempat dihukum untuk merangkum juga. Alhasil dia tertidur di perpustakaan karena kecapekan. Mungkin karena merasa kasihan Bu Aksara meminjamkan buku berisi rangkuman yang Darel butuhkan. Katanya rangkuman itu bekas tugas kakak kelasnya dulu, tanpa banyak kata Darel menerimanya dan sampai sekarang malah jadi kebiasaan.

"Ya udah, deh. Darel ke sana dulu ya, Bu."

Usai mendapat anggukan dari Bu Aksara Darel mulai mencari buku yang dia butuhkan. Kakinya melangkah menyusuri rak-rak buku yang berjajar mulai dari rak yang dekat dengan pintu masuk. Matanya menatap satu persatu keterangan yang tertempel pada rak.

Tidak mendapatkan hasil di sana, Darel berpindah ke rak dekat jendela, matanya menangkap deretan buku yang dia butuhkan ada di bagian kedua dari atas.

Saat hendak mendekat dia melihat satu sosok yang familiar juga sedang berdiri di sana. Dengan sengaja dia mengambil buku dengan posisi tepat di belakang gadis itu.

Dira yang merasakan ada seseorang di belakangnya pun berbalik. Refleks dia mundur satu langkah lalu mendongak untuk melihat siapa orang itu.

Darel.

Dari bawah, Dira bisa melihat dengan jelas bentuk rahang Darel yang tegas. Matanya tidak berkedip, aroma parfum Darel tercium sangat jelas. Tanpa Dira sadari Darel sudah menatapnya.

"Udah puas lihatnya?"

Ucapan Darel berhasil menarik Dira dari lamunan. Sontak Dira mengalihkan pandangan kemana pun asal tidak menatap Darel.

"Apaan sih."

Dira yang mau beranjak pun urung saat langkahnya dihalangi.

"Gugup banget sih, Ra."

"Nggak, kata siapa?"

"Oh ya?" Darel maju satu langkah membuat Dira ikut mundur satu langkah. Matanya menatap tepat pada netra hitam Dira.

"Darel, stop ya."

"Kenapa?" Maju lagi satu langkah.

Dira memejamkan mata sembari terus bergerak mundur hingga punggungnya menabrak rak buku.

"Awas!"

Tangan kiri Darel refleks menarik punggung Dira, hingga gadis itu membentur badannya. Tangan kanannya dengan cekatan menangkap buku tebal yang jatuh dari atas kepala Dira.

Di sisi lain Dira mematung dalam dekapan Darel. Jarak mereka saat ini benar-benar terkikis habis. Kepalanya mendongak, terpaku pada satu titik-wajah Darel yang tampak kaget bercampur heran. Perlahan tapi pasti matanya menangkap netra Darel yang membalas tatapannya. Kepala Darel menunduk lalu mendekat.

I'm (not) Bringer Of DeathWhere stories live. Discover now