12. Dua Belas

33 10 32
                                    

Sepagi ini Darel sudah bersiap untuk pergi ke sekolah. Setelah merasa cukup dengan penampilannya, dia seret langkah menuju kamar Bian. Hari ini Darel berencana menumpang mengingat kemarin tidak mambawa motor saat pindahan.

Cukup lama dia duduk di teras sampai suara pintu terbuka membuatnya menoleh dan berdiri. Darel mengamati pergerakan Bian yang sepertinya tidak menyadari keberadaannya. Usai mengunci pintu Bian menoleh dan terhenyak mendapati Darel ada di sampingnya sembari menyunggingkan senyum termanis yang belum pernah Bian lihat.

"Kampret! Bikin kaget aja lo, Ngapain di sini pagi-pagi?"

"Mau nebeng ke sekolah," ucapnya cengar-cengir.

"Lo 'kan bawa mobil!"

Darel mendesah. Luntur sudah senyumnya. Pagi-pagi begini Bian sudah ngegas terus, membuatnya ingin ikut ngegas.

"Lo tau 'kan, Guk kalau di Senandika nggak boleh bawa mobil?"

"Bohong lo! Banyak yang bawa mobil kali."

"Yaelah, Bi.. pelit banget lo sama temen. Males gue bawa mobil ke sekolah."

Darel yang geregetan melihat Bian terdiam cukup lama pun akhirnya menarik kunci motor dari genggaman Bian.

"Lama banget sih lo. Yuk berangkat!"

"Nggak bisa woi!" Bian merebut kembali kunci motornya. "Gue ada janji sama orang. Jalan aja sana!"

Bian melenggang begitu saja menuju motornya. Lalu memanasi mesinnya sebentar sebelum dibawa berkendara.

"Kurang ajar banget lo jadi orang!"

"Bukan apa-apa nih, Bro. Masalahnya gue lagi memperjuangkan hati dan masa depan gue. Buat hari ini lo olahraga aja dulu kalo nggak mau bawa mobil. It's wasn't that bad."

Usai mengucapkan itu Bian menjalankan motornya meninggalkan Darel yang memaki tindakannya.

"Asem.. Masa gue harus bawa mobil sih?"

Darel menatap mobil Ayahnya kesal.

"Nyusahin banget jadi barang!"

Namun pada akhirnya dia memilih mengendarai mobil itu ke sekolah dan akan mengembalikannya waktu pulang nanti.

🍂🍂🍂

"Bang, Baksonya jangan dikasih saus ya."

"Siap, Neng."

Dira mengetuk-ngetukkan ujung sepatu sembari menunggu antrian. Tinggal satu orang di depannya setelah itu tiba gilirannya. Dia edarkan pandangan menuju stan ramen, terlihat Rena sudah selesai memesan kemudian memberinya isyarat untuk menyusulnya ke meja pojok setelah selesai.

"Sindirian aja nih!"

Dira tersentak saat mendapati seseorang melongok dari belakang tubuhnya. Hal itu reflek membuatnya mundur satu langkah lantas menarik poni orang itu dengan geram.

"Biasa aja bisa nggak."

Dira kembali menghadap depan karena tidak mau menanggapi lebih pemuda yang tengah mengacak poni dan sedikit mengusap kulit kepalanya.

Salah sendiri ngagetin orang.

Dira maju satu langkah lalu memesan bakso sesuai keinginannya sembari berusaha menulikan telinga karena ucapan-ucapan pemuda di belakangnya yang ikut-ikutan memesan padahal datangnya belakangan.

I'm (not) Bringer Of DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang