0.6 Enam

48 10 22
                                    

Hari minggu adalah hari kebebasan buat Darel. Bebas menghabiskan waktu untuk apa saja. Rebahan, mendengarkan musik, melamun, bahkan kalau dia mau main game sampai jarinya lepas pun tidak akan ada yang mengusiknya. Kadang Darel bingung antara semua orang di rumah ini sedang memberinya waktu untuk istirahat atau tidak peduli dengan keberadaannya.

Darel membanting ponselnya di kasur. Bangun dari tempat tidur lantas mengambil jaket, tidak lupa kamera yang kemarin dia beli. Kemudian melangkah  keluar dari kamar sembari menenteng helm fullface-nya. Berhenti sejenak di samping tangga. Melihat kamar Alaric yang tertutup rapat namun terdengar lirih alunan musik jazz dari kamar itu. Darel menggelengkan kepala lalu berjalan menuruni tangga.

"Nggak makan dulu, Den?"

Pertanyaan itu membuat Darel menoleh lantas membelokkan arah langkahnya ke meja makan. Ada Budhe Sum yang sedang menyiapkan makanan di sana.

"Budhe kebiasaan ya," ucap Darel sembari mengambil tempe goreng di depannya. "Udah bertahun-tahun tetep manggil Den aja. Panggil sayang, dong."

Celetukannya berhasil mengundang kekehan dari bibir wanita paruh baya itu.

"Aden ini bisa aja."

"Budhe?"

"Iya, Sayang?"

Darel tertawa terpingkal-pingkal. Ternyata aneh juga kalau Budhe memanggilnya seperti itu.

"Kok ketawa? Budhe mau latihan sejak dini biar nggak kaku lidahnya," lanjut Budhe Sum.

"Pakdhe.. Siap-siap, kita saingan mulai sekarang!" teriak Darel.

"Siap, Den!" jawab Pakdhe dengan suara yang menggema dari dalam kamar mandi.

"Aduh nggak jadi, Pakdhe. Budhe terlalu kerak telor buat aku yang bubur."

Pakdhe tertawa, sedangkan Darel mendapat hadiah getokan centong di bahunya.

"Budhe aku titip ini ya," Darel mendorong tas berisi kamera ke arah Budhe Sum. "Taruh aja di kamar Abang. Tapi jangan sampai ada yang tau ini dari aku, kalau ditanya Abang bilang aja nggak tau."

"Ini apa, Den?"

"Issh.. Budhe kepo."

Darel berdiri dari duduknya. Sudah cukup godaan untuk Budhe hari ini, besok dilanjut lagi.

"Mau di ambilkan makan dulu, Den?"

Oh iya, apa Darel tadi bilang kalau tidak ada yang peduli dengannya di rumah ini? Mungkin, Budhe dan Pakdhe bisa masuk daftar pengecualian. Daripada dengan Ayahnya Darel lebih sering menghabiskan waktu dengan Pakdhe hanya untuk ngobrol atau sekedar bermain catur sampai larut malam yang di tutup omelan Budhe. Meski pun begitu bukan berarti ayahnya tidak mempedulikannya, beliau hanya kurang punya waktu untuk sekedar santai bersama.

Budhe Sum dan Pakdhe Jamal adalah sepasang suami istri yang bekerja untuk kedua orang tuanya sejak belasan tahun lalu. Bisa jadi saat Darel masih dalam proses produksi. Darel tidak tahu pastinya kapan, karena sejak dia kecil mereka sudah bekerja di sini.

"Nggak usah, Budhe. Darel mau makan di luar, bosen di rumah mulu. Nggak ada yang bisa diajak becanda, kek hidup bareng mumi. Kaku." Darel terkekeh.

"Heh, Budhe juga mumi kalau gitu?"

"Budhe pengecualian."

"Jadi apa?"

"Juru kuncinya. Hahaha.."

"Sontoloyo!"

Darel berlari keluar. Mengambil motornya di garasi lalu pergi.

🍂🍂🍂

I'm (not) Bringer Of DeathWhere stories live. Discover now