25. Dua puluh Lima

14 6 5
                                    

Bohong rasanya jika ada seseorang bilang melakukan sesuatu tanpa ingin mendapatkan sesuatu. Jika ada, tolong beritahu Darel bagaimana caranya mampu menerapkan hal itu. Entah sudah terhitung berapa kali dia menghembuskan nafasnya untuk meredam kekesalan.

Darel berdecak, tidak tahan melihat kemesraan dua sejoli di hadapannya itu. Seolah dia adalah makhluk tak kasat mata yang tidak sengaja terdampar diantaranya.

"Gue ngundang kalian makan bukan buat jadi nyamuk."

Attala mendengus. Kalau saja Darel bukan sahabatnya ingin sekali dia mendo'akan agar pemuda itu tidak merasakan jatuh cinta. Bukan apa-apa, Darel terlalu noob untuk urusan asmara. Merepotkan.

"Ya udah lo pulang aja sana."

"Lo-"

"Duh, De.. Gue udah usaha sebaik mungkin buat ngajak Dira keluar. Tapi dianya bersikeras nggak mau ikut. Ya, maaf," sela Rena sebelum pemuda itu emosi.

Darel pun menyandarkan punggungnya pasrah. Sejak dua hari terakhir Dira susah dihubungi atau pun di temui.

"Ya udah kali, De. Santuy, jangan terlalu terburu-buru. Cewek juga butuh jeda kali. Kalau lo terlalu agresif takutnya dia risih."

Rena mengangguk setuju. "Kasih dia waktu."

"Udah dua hari gue nggak bisa nemuin dia." Darel menyandarkan punggungnya kesal. "Dia nggak cerita sama lo, Ren?"

Rena menggeleng. "Nggak. Gue juga nggak tanya, orang dia kelihatan fine-fine aja kok."

"Jangan overthinking gitu, Boskuh. Kali aja Dira lagi sibuk."

Setelah dirasa tidak ada sanggahan lagi dari Darel, dua sejoli itu kembali tenggelam dalam dunia mereka sendiri.

Sialan. Rutuk Darel dalam hati.

Daripada gigit jari dan nge-cosplay jadi setan karena jadi yang ketiga jika terus-terusan ada di situ, dia memilih untuk beranjak pergi.

Attala yang menyadari kepergian Darel pun berteriak. "Mau kemana, De?!"

"Pulang."

"Jangan lupa bayar dulu!"

Darel hanya mengacungkan jari tengahnya tanpa menoleh ke belakang. Langkah kakinya terus dibawa menjauh menuju parkiran. Tangannya bergerak mengambil benda pipih dari dalam sakunya kemudian mengetikkan sesuatu.

Damar

Lo di mana?

Rumah.

Gue ke sana.

Darel memasukkan kembali benda itu ke dalam saku lalu mengendarai motornya dan bergabung dengan pengendara lain di jalan. Setengah jam kemudian motornya sudah memasuki pekarangan rumah minimalis bernuansa blue sky. Darel tersenyum lembut sebelum jarinya menekan bel rumah itu. Tak berselang lama Disya membukakan pintu.

"Kak Damar ada di kamar, Kak. Langsung masuk aja."

Tanpa basa-basi dia langsung memasuki rumah itu. Kakinya menyusuri tangga menuju kamar Damar. Sesampainya di ruangan itu, dia jatuhkan tubuhnya di ranjang.

"Kenapa sih lo?" tanya Damar tanpa mengalihkan fokusnya dari game yang sedang dia mainkan.

"Kesel gue sama bucin."

"Attala?"

"Hmm.. Sama Rena juga."

"Kenapa?"

I'm (not) Bringer Of DeathDonde viven las historias. Descúbrelo ahora