27. Dua puluh Tujuh

13 4 2
                                    

Semburan tawa dan berbagai umpatan yang menggema di penjuru ruangan markas G sama sekali tidak menarik perhatian Darel. Sejak datang sampai sekarang yang dia lakukan hanya tergolek lemas di atas sofa hasil sabotasenya. Sedangkan anak-anak circinus memilih bermain uno di bawah dan membiarkan pemuda itu berkutat dengan otaknya sendiri. Membolak-balikan badan disertai helaan nafas berat. Berulang kali mulutnya terbuka namun tertutup kembali. Ragu mau berkata. Darel pun beralih posisi menjadi tengkurap.

"Lo kenapa sih?!" Rehana menyerah. Dia capek sendiri mengamati tingkah pemuda itu. Tapi yang ditanya justru menatapnya lesu kemudian menghela nafas lagi, membuat gadis itu gemas ingin mencekiknya.

"Lo dari pada goleran lemes nggak guna gitu, mending masakin kita mie," usul Galang dengan rambut dipenuhi jepitan baju akibat kalah main uno.

"Jangan perbudak gue lagi, Bang." Darel membalikkan arah pandangnya, membelakangi mereka berlima. Tangannya jatuh menjuntai ke lantai—lemas.

"Lo nolak goban?"

"Harta tak bisa menggodaku kali ini."

Brandon geleng-geleng kepala. Setelah sekian lama baru kali ini dia melihat kegalauan bocah itu.

"Sial! Kalah lagi gue!" pekik Bian. Jepitan di rambutnya bahkan lebih banyak dari yang lainnya.

"Mampus lo!"

"Udah penuh rambut gue."

"Masih ada di atas mata." Dengan santai Maga berkata sembari menunjuk alisnya sendiri.

"Nah, mau dijepit di alis, mata apa mulut?" Galang tersenyum puas sembari menggerakkan jepit baju di tangannya.

"Heh! Jangan macem-macem kalian!" Dengan cepat Bian bergerak mundur tapi sedetik kemudian dia maju dengan jari telunjuk berada di depan mulut. Tangannya merebut jepit baju dari Galang, lalu merangkak pelan ke arah Darel.

"Bangsat!" Darel memekik dan bangun dari tidurnya. Mengambil jepitan itu dari telinganya yang terasa perih dan panas.

"Sini lo!" Bisa-bisanya Bian menjepit telinga Darel.

Bian berlari tunggang langgang ketika Darel mengejarnya. Mereka yang menyaksikan itu pun tergelak.

Darel tentu saja tidak tinggal diam ketika Bian sulit tertangkap. Dia ambil sapu lalu diacungkannya ke arah Bian. "Sini nggak lo!"

"Mainnya pake senjata! Tangan kosong kalo berani!"

Mereka kembali berkejaran mengitari ruangan. Salahkan Bian yang mengganggu Darel. Sudah tahu suasana hatinya sedang tidak baik malah dijahili.

Darel yang semakin geram karena Bian tak kunjung tertangkap, akhirnya melempar benda itu dan tepat mengenai bokong Bian. Mampus.

Tapi tidak berhenti di situ saja karena Darel belum puas sebelum menguyel Bian sampai kapok.

🍂🍂🍂

Punggung bertemu punggung, begitulah posisi Rehana dan Darel saat ini. Mereka berenam telah berpindah ke rooftop usai memberantas Bian. Setelah Bian tertangkap bukan hanya Darel yang menghajarnya tapi mereka semua turut andil. Jangan kira mereka akan baku hantam, setiap kali ada yang usil seperti itu mereka hanya akan menggelitikinya sampai sang pelaku lemas dan meminta ampun.

"Kalian pernah ditolak nggak sih?" tanya Darel tiba-tiba.

"Nggak," jawab mereka serempak yang mengundang decakan dari Darel. Ditambah lagi sikap jemawa yang mereka tunjukan setelah itu.

Bian, mengaku paling tampan dan anti ditolak perempuan.

Galang, dengan bangga dia bilang terlalu keren untuk ditolak Selin.

I'm (not) Bringer Of DeathWhere stories live. Discover now