24. Dua puluh empat

21 6 3
                                    

Dentuman bola basket beradu dengan lantai lapangan membuat suara penonton senyap berganti dengan detak jantung tegang. Pelanggaran yang di lakukan tim lawan membawa Darel di posisi sekarang—melakukan free throw. Jika Darel berhasil maka timnya lah yang akan menang, jika gagal maka timnya yang kalah dan berakhir dengan seluruh anggotanya akan bertelanjang dada sampai bel pulang sekolah berbunyi—begitulah taruhannya tadi.

Dua kali bola di dribble sebelum dilempar. Semua mata mengikuti arah ke mana bola itu melayang dan..

"Wohoooo."

Sorak-sorai penonton langsung terdengar. Bola berhasil mendarat mulus pada ring basket. Tapi ada beberapa juga yang mendesah kecewa karena tim dukungannya kalah.

"Sialan lo, De!" David meninju bahu Darel geram. Hei, ini bukan salah Darel. Salahkan teman satu timnya yang sok-sokan membuat taruhan absurd semacam itu.

"Siap masuk angin Mas David?" ujar Darel diselingi kekehan. Bayangan tubuh David terumbar bebas membuatnya geli. Dan mengenai posisi ketua tim basket, ternyata David lah yang mengusulkan Darel menjadi ketua tim kepada pelatih. Jadi Darel tidak perlu lagi merasa bersalah.

"Ganti taruhan aja deh. Bisa dihukum Pak Anton gue."

Darel menggeleng, sportif adalah hal yang paling dia pegang selama ini. Mana bisa ganti seenaknya. Tanpa mau membuang kesempatan untuk menjahili temannya itu, dia pun merangsek maju ke depan. Tangannya mengangkat paksa ujung kemeja putih yang dipakai oleh David. Blazernya sudah ditanggalkan sejak awal permainan.

"Jangan macem-macem lo, De!" David memberontak tapi sayang hal itu justru membuat Darel semakin bersemangat melepas kemeja itu. "Stop-stop gue lepas sendiri!"

"Nah, gitu dong sportif. Kenapa sih? Takut perut buncit lo kelihatan?" Darel sengaja mengejeknya.

Tapi tak berselang lama teriakan beberapa siswi terdengar ketika kemeja terlepas dan menampakkan perut rata David yang terlihat kencang. Jangan berfikir perutnya akan kotak-kotak.

"Gue masih seksi," sombongnya sembelum berlari meninggalkan Darel dengan kemeja yang di taruh depan dada.

"Ingat sampai bel pulang!" teriak Darel usil. Dengan senyum yang belum luntur dia hampiri Damar, Attala, Rena, Aleta, dan Dira yang sudah duduk di tribun.

"Lo gila ya bikin taruhan kayak gitu." hardik Aleta ketika Darel duduk di antara dirinya dan Dira.

"Kok gue? Orang mereka sendiri yang bikin."

Mereka hanya geleng-geleng kepala melihat pemuda yang tengah mengelap peluhnya itu. Lagian siapa orang bodoh yang menantang si penggila basket dengan taruhan seperti itu? Benar-benar tidak sadar diri.

"Ra, gue haus. Minta milkshake-nya dong."

"Nih, gue ada." Aleta mengulurkan satu botol air mineral yang di tolak oleh Darel.

"Gue pengen punya Dira."

"Aku cuma beli satu," ucap Dira lalu  menyedot minumannya.

Darel mencondongkan tubuh ke arah gadis itu. "Mau lo kasih atau gue minum dari mulut lo langsung?"

Sontak saja segelas milkshake itu mendarat di bibir Darel disusul timpukan botol plastik dari teman-temannya yang lain. Tidak lupa dengan berbagai umpatan yang mereka berikan. Sedangkan yang dimaki justru dengan santai menyedot milkshake hasil rampasannya sembari menyandarkan punggungnya ke tribun.

"Oi, Ta, Tata."

"Ada apa?" Aleta menoleh.

"Gue bisa sulapan. Mau lihat?"

I'm (not) Bringer Of DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang