0.7 Tujuh

38 10 38
                                    

Waktu hampir mendekati pukul 7 dan entah Darel yang terlalu bersemangat atau orang-orang yang datangnya kesiangan, yang jelas area sekolah masih sepi. Hanya beberapa murid yang sudah datang.

Darel bersandar pada motornya, memilih menunggu Damar dan Attala di parkiran. Setelah beberapa menit menunggu, siswa-siswi SMA Senandika mulai berdatangan. Pandangan Darel menemukan sosok yang menjadi pengusiknya akhir-akhir ini. Niat menunggu temannya pun urung gara-gara gadis itu.

Darel berlari mengejar Dira yang semakin jauh. Kaki pendeknya bisa cepat juga ternyata.

Darel mempercepat langkahnya tanpa memerhatikan sekeliling sehingga tidak sengaja dia menyenggol seseorang.

"Woy!" seru seseorang yang membuat langkah Darel terhenti lantas menoleh dan berbalik badan.

"Woy!" seru seseorang yang membuat langkah Darel terhenti lantas menoleh dan berbalik badan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


"Lo manggil gue?"

Pemuda di depannya pun melangkah maju, menghampiri Darel. Setelah ditelisik, sepertinya pemuda itu adalah kakak kelas Darel. Ada badge kelas XII yang tersemat di baju seragamnya.

"Lo nggak ada niat minta maaf?"

"Minta maaf soal apa? Emangnya gue ada bikin salah sama lo, Bang?"

Tanpa gentar Darel membalas tatapan pemuda itu. Segitu fatal kah kesalahannya, hanya karena senggolan Darel harus meminta maaf? Hah, konyol. Kalau boleh Darel bilang gara-gara pemuda ini juga, dia kehilangan jejak Dira.

Darel terus memerhatikan pemuda yang ada di hadapannya. Rahang pemuda itu menegang—marah. Lalu pandangannya beralih ke lengan kirinya, ada cairan merah yang merembas dari balik perban.

Disisi lain, Darel sedikit terkejut saat melihat itu. Namun dengan cepat dia mampu menetralkan ekspresinya. Pantas saja pemuda di depannya ini menuntut permintaan maaf darinya.

"Lo nggak sadar apa kesalahan lo, hah?!"

Seruan pemuda itu membuat siswa-siswi yang berada di koridor memperhatikan mereka berdua. Darel mengedarkan pandangan lalu menghela napas. Haruskah dia menjadi tontonan adegan tidak elegan ini? Kalau Darel tahu pemuda itu akan emosi hingga menyita banyak perhatian seperti sekarang, maka dengan senang hati dia akan meminta maaf sejak tadi.

Pemuda itu tertawa hambar. "Lo masih nggak nyadar apa kesalahan lo? Lo tadi nyenggol lengan gue!"

"Ya udah sih, Bang, nggak sengaja ini. Lagian nggak kenapa-napa juga 'kan?" sahut Darel sembari memasukkan kedua tangannya ke saku celana, sedikit malas menanggapi pemuda itu.

Pemuda itu menatap tajam Darel.

'Kontrol emosi yang buruk' batin Darel tanpa melepaskan tatapan mereka.

Sepertinya emosi pemuda itu sudah diujung batas, menghadapi sikap Darel memang harus ekstra sabar. Terlihat kepalan tangannya terangkat dan dengan cepat dia lesatkan ke arah rahang Darel. Namun terhenti ketika panggilan dari seseorang terdengar.

I'm (not) Bringer Of DeathWhere stories live. Discover now